Artikel
Keselarasan Tahapan Gerakan Literasi Madrasah Dengan Tingkatan Literasi

Keselarasan Tahapan Gerakan Literasi Madrasah Dengan Tingkatan Literasi

Oleh : Erna Sari Agusta

Guru pada MTs Negeri 28 Jakarta

Literasi tidak hanya membaca dan menulis, akan tetapi meliputi keterampilan berpikir dalam menggunakan sumber-sumber pengetahuan. Sejak tahun 2015, Gerakan Literasi Sekolah sudah menjadi program peningkatan kebermaknaan aksara melalui tiga tahapan yaitu: pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Tahapan-tahapan ini tentu bermuara pada tujuan generasi literat yang merujuk pada tingkatan literasi yang dilaksanakan pada setiap madrasah. Setidaknya ada lima tingkatan literasi menurut Kepala Perpustakaaan Nasional Republik Indonesia.

Pertama, mengenal baca, tulis, hitung dan karakter. Pada tingkatan ini, madrasah dapat melakukan kegiatan literasi dengan pembiasaan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan sekaligus kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal mendasar bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik (Teguh, M, 2020). Untuk melaksanakan hal ini, madrasah harus menyediakan jumlah buku bacaan sekurang-kurangnya 3 kali dari jumlah siswa. Agar kegiatan membaca berjalan dengan efektif maka madrasah dapat bekerjasama dengan komite sekolah dan wali murid untuk menyediakan sudut baca (reading corner) pada setiap kelas. Dengan kegiatan pembiasaan membaca diharapkan dapat menumbuhkan karakter rasa ingin tahu yang dapat mendorong motivasi siswa untuk menerapkan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Ningrum, C. H. C., Fajriyah, K., & Budiman, M. A. (2019) mengatakan bahwa perkembangan karakter rasa ingin tahu siswa meningkat setelah dijalankannya kegiatan literasi sekolah.

Kedua, kemampuan mengakses ilmu pengetahuan terbaru melalui bahan bacaan yang terjangkau, akurat, terkini, terlengkap dan terpercaya. Pada tingkatan ini, madrasah harus mempunyai daftar koleksi bahan bacaan yang terus berkembang, baik secara kuantitas maupun konten. Dalam hal ini, madrasah dapat menerapkan program “Sabusawa” atau “Satu Buku Satu Siswa”. Sabusawa merupakan program yang dirancang untuk meningkatkan jumlah dan jenis buku bacaan di madrasah. Tujuan sabusawa adalah agar setiap siswa paling sedikit memiliki 1 buku untuk dibaca di kelas maupun di rumah. Dengan program ini, diharapkan setiap wali murid membelikan minimal 1 buku terupdate sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan siswa untuk satu semester atau 1 buku untuk satu tahun, yang kemudian disumbangkan untuk perpustakaan sekolah. Selain itu, madrasah juga harus menyediakan sumber-sumber bacaan online yang dapat dikonsumsi siswa sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuan berpikirnya.

Ketiga, kemampuan memahami yang tersirat dari yang tersurat. Pada tingkatan ini, kegiatan literasi lebih difokuskan pada pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memahami bacaan, mengambil informasi tersirat yang terdapat dalam bahan bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001). Dalam hal ini, madrasah dapat melakukan kegiatan pelatihan menulis yaitu kegiatan yang dirancang agar setiap sekolah melatih/mendidik siswa untuk menulis yaitu dengan pemberian tugas untuk menulis kembali buku yang telah dibaca dalam bentuk resume/resensi buku ataupun menuliskan hikmah maupun manfaat yang diperoleh dari hasil membaca buku. Bahkan, madrasah dapat yaitu kegiatan yang dirancang untuk memberikan penghargaan kemampuan menulis bagi siswa terhadap jumlah buku yang dibaca baik tingkat sekolah, kabupaten/kota maupun tingkat provinsi.

Keempat, melahirkan inovasi dan kreativitas. Pada tingkatan ini, kegiatan membaca dilakukan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mewajibkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu. Dalam hal ini, literasi  menjadi komponen inti dari pembelajaran sebagai upaya mempersiapkan peserta didik untuk mampu mandiri dalam kehidupan. Untuk   dapat   mencapai   tujuan tersebut pembelajaran literasi harus sejalan dengan kemampuan numerasi sehingga memunculkan interaksi kreatif  dan  kritis  baik  dalam  proses  pembelajaran  di  sekolah  maupun  dalam  konteks kehidupan sehari-hari yang dapat melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif (Joseph Seyram Agbenyega, 2015). Kegiatan literasi yang terintegrasi dalam mata pelajaran ini dilaksanakan untuk menumbuhkan ide dan gagasan peserta didik/siswa serta dalam rangka meningkatkan keterampilan berpikir agar pengetahuan yang dimiliki dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca yang dapat mendukung lahirnya inovasi dan kreativitas dapat berisi nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.

Kelima, kemampuan memproduksi barang dan jasa. Pada tingkatan ini, kegiatan literasi dapat diintegrasikan dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Profil Pelajar Rahmatan lil’Alamiin (P2RA). Dalam hal ini, kegiatan literasi tidak hanya difokuskan pada membaca, tetapi pada keterampilan dan latihan-latihan yang dapat mendukung kecakapan Abad 21 atau dikenal dengan istilah literasi entrepreneurship. Hannele  Forsberg  dan  Ritva  Nätkin (2016) mengatakan bahwa latihan-latihan dan keterampilan     melalui     literasi entrepreneurship dapat  dengan  mudah  mengarahkan  peserta didik  untuk  memiliki keberanian  bercita-cita  menjadi  pengusaha  di  masa  depannya. Dalam hal ini, kegiatan literasi yang dilakukan tidak hanya terintegrasi dengan materi pelajaran, tetapi juga terintegrasi dengan metode pembelajaran yang digunakan, khususnya metode role play. Sue Schlembach dkk (2018) menjelaskan bahwa penggunakan metode role-play yang digunakan  dalam   literasi entrepreneurship merupakan strategi untuk membuat peserta didik belajar sambil bermain. Selain itu, metode ini dapat melatih kemampuan mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan yang dapat menciptakan karakter bebas bertanggungjawab secara otonomi yang memantik permainan pada penyelidikan yang bermakna tentang peluang dan tantangan dalam usaha.

Editor : Ika Berdiati