Artikel
Kecanduan Belajar Bahasa Inggris Gara-gara Duolingo!

Kecanduan Belajar Bahasa Inggris Gara-gara Duolingo!

Eka Utami Ningsih, S.S.

Guru pada MAN 2 Kapuas Hulu

Kecanduan dan Bahasa Inggris sepertinya bukan dua kata yang sering disandingkan berdampingan. Seringnya yang didengar adalah istilah kecanduan game, kecanduan internet atau mungkin kecanduan obat-obatan terlarang.

Menurut perspektif psikologi, Sarafino (1990: 70)[1] mengatakan bahwa kecanduan adalah keadaan individu yang merasa terdorong untuk menggunakan atau melakukan sesuatu agar mendapatkan atau memperoleh efek menyenangkan dari yang dihasilkan oleh sesuatu yang dilakukan.

Dengan kata lain, jika seseorang kecanduan belajar Bahasa Inggris maka orang tersebut akan terus menerus ingin belajar karena ada kesenangan ketika melakukannya. Well, bukankah itu justru menjadi sesuatu yang baik?

Mungkinkah Belajar Bahasa Inggris Sampai Kecanduan?

Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional merupakan salah satu alasan mengapa menguasai Bahasa Inggris menjadi sangat penting. Di Indonesia sendiri, Bahasa Inggris memang bukan Bahasa wajib tapi penguasaan dan penggunaannya sudah menjadi suatu kebutuhan, tak hanya dalam bidang pendidikan dan dunia pekerjaan tapi juga hampir di setiap aspek kehidupan. Oleh karena itu tidak heran jika Bahasa Inggris dikategorikan sebagai mata pelajaran wajib di tingkat sekolah menengah. Hal ini sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbahasa Inggris.

Peran guru Bahasa Inggris menjadi sangat vital dalam hal ini. Namun kesadaran peserta didik mengenai pentingnya menguasai Bahasa Inggris juga sangat penting. Waktu 3 jam pelajaran dalam satu minggu untuk mempelajari Bahasa Inggris di sekolah tentunya jauh dari cukup bagi peserta didik yang ingin mempelajari Bahasa Inggris dengan lebih mendalam.

Sejak pandemik Covid-19 melanda dunia, banyak orang mulai menyadari bahwa ternyata untuk mengembangkan kompetensi diri juga bisa dilakukan dari rumah secara mandiri, termasuk juga mempelajari bahasa baru. Namun, hal ini juga harus didukung dengan adanya kemandirian belajar oleh peserta didik. Menurut Fudayanti (2011: 23)[2] kemandirian belajar ditandai dengan kelakuan atau tingkah laku individu peserta didik dalam menghadapi tanggung jawab sebagai peserta didik dengan kemampuannya. Dalam melakukan aktifitas belajar, setiap peserta didik dituntut kemandirian belajarnya karena dengan adanya sikap tersebut peserta didik akan memperoleh hasil belajar yang optimal.

Semua guru pasti menyadari betapa sulitnya menumbuhkan sikap kemandirian belajar pada peserta didik. Lalu apakah mungkin peserta didik bisa belajar Bahasa Inggris sendiri sampai kecanduan?

Gamifikasi Bahasa Ala Duolingo

Apa itu Duolingo?

Duolingo merupakan platform belajar online berasal dari Amerika Serikat. Dikembangkan pertama kali pada tahun 2011 oleh Luis von Ahn dan Severin Hacker. Sejak itu Duolingo tumbuh menjadi aplikasi belajar bahasa yang paling popular di dunia saat ini. Menurut Duolingo Language Learning Report[3], sekarang Duolingo memiliki lebih dari 500 juta pengguna aktif tersebar di 194 negara. 53% pengguna memilih Bahasa Inggris untuk dipelajari, membuat Bahasa Inggris menjadi Bahasa pertama yang paling banyak dipelajari di Duolingo diikuti Bahasa Spanyol dan Perancis.

Bagaimana Duolingo Menggamifikasi Bahasa?

Seperti yang disebutkan di atas, istilah kecanduan game lebih sering didengar akhir-akhir ini karena memang tidak dapat dipungkiri banyak orang lebih tertarik bermain game online daripada belajar. Duolingo melihat ini sebagai strategi pembelajaran yang baik dengan menggamifikasi bahasa dengan tujuan membuat para penggunanya untuk terus menggunakan applikasi mereka.

Menurut Kapp (2012)[4], gamifikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menggabungkan antara permainan, estetika dan kemampuan berfikir untuk menarik perhatian, memotivasi, mempromosikan sebuah pembelajaran, serta menyelesaikan masalah.

Beth Chasse[5], UX/UI Designer di Duolingo, mengatakan bahwa “Belajar Bahasa bisa menjadi sangat melelahkan (karena terlalu banyak yang harus dipelajari). Oleh karena itu kami memilih gamifikasi untuk membantu pengguna kami mengembangkan kebiasaan belajar jangka panjang namun tetap menyenangkan.”

Duolingo didesain sedemikian rupa seperti layaknya sebuah game online atau permainan. Di dalamnya terdapat level dan tantangan, kesempatan yang terbatas untuk naik level, reward and punishment, bahkan kesempatan untuk bersaing mendapatkan posisi tertinggi di setiap liga dengan pengguna Duolingo lain dari seluruh dunia. Ada pula kesempatan berkolaborasi dengan pengguna lain untuk mendapatkan lebih banyak reward. Semua itu dikemas dalam sebuah permainan yang menarik.

Tak hanya dari segi tampilan, grafik dan animasinya yang menarik, strategi pembelajarannya sendiri juga tidak monoton sehingga pengguna dibuat betah berlama-lama di dalam platform. Dalam satu level, pengguna bisa belajar mulai dari mengenal kosakata baru, pengucapan, pendengaran, penulisan, bahkan tanpa disadari dengan teknik spaced repetition yang mereka kembangkan pengguna dapat mempelajari grammar dan menghapal kosakata baru tanpa terasa seperti belajar grammar atau menghapal kosakata.

Selain itu, Duolingo juga menggunakan Duo yang akan terus mengingatkan pengguna ketika mereka mulai meninggalkan platform atau ketika mereka tidak bisa mencapai target dengan berbagai macam jenis ekspresi. Duo merupakan maskot Duolingo, yaitu seekor burung hantu berwarna hijau. Peringatan akan terus dikirimkan dalam bentuk email atau notifikasi dalam berbagai ekspresi seperti ekspresi sedih atau marah sampai pengguna kembali ke platform untuk melanjutkan pembelajaran.

Dan yang membuat Duolingo masih menjadi aplikasi bahasa teratas saat ini adalah karena aplikasi ini bisa digunakan secara gratis. Walaupun, Duolingo juga menawarkan fitur premium namun tidak mengurangi manfaat maksimal yang didapatkan dari penggunaan fitur gratis.

Are You Ready to Get Addicted to Duolingo?

Morwenna Ferrier[6] adalah seorang editor fashion dan gaya hidup pernah menulis untuk The Guardian bahwa Duolingo membuatnya terobesesi “Pagi ini, sebelum mengecek anak laki-laki saya atau membuat kopi, saya membuka aplikasi Duolingo terlebih dahulu dan menerjemahkan “They love smelling meat” ke dalam Bahasa Italia”. Membuka Duolingo sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari selama beberapa bulan terakhir ini.

Aris Mardhani[7], seorang kepala sekolah SD di Ketapang, juga mengaku bahwa Duolingo memaksanya menyisihkan sedikit waktu di antara jadwal sibuknya untuk belajar Bahasa Inggris, “Yang diperlukan adalah konsistensi, tidak perlu lama, tapi konsistensi. Namun seringkali saya harus berurusan dengan Duo dan kehilangan streak harian saya” katanya sambil tertawa.

Tidak mudah memang menumbuhkan kemandirian belajar pada peserta didik. Namun, guru Bahasa Inggris bisa meminta “bantuan Duo” untuk memastikan bahwa peserta didik tetap terus bisa belajar Bahasa Inggris secara mandiri.

Duolingo sendiri lebih memfokuskan pada progress dan bukannya kesempurnaan dalam belajar. Sebuah kutipan yang sering muncul di Duolingo di sela-sela level adalah “15 minutes a day can teach you a language. What can 15 minutes of social media do?” yang berarti dengan Duolingo, cukup dengan 15 sehari bisa mengajarkan kita sebuah bahasa, sementara 15 menit yang dihabiskan di sosial media belum tentu memberikan manfaat sebesar itu.

So, are you ready to get addicted to Duolingo?


[1] Sarafino, E.P. 1990. Health Psychologi. Singapore : John Wiley and Sons.

[2] Febriana Eka Fudayanti. 2011. Pengaruh Sumber Belajar dan Kemandirian Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa kelas X Madrasayah Aliyah Negeri 1 Pati Tahun Ajaran 2009/2010. Universitas Muhammadiyah Surakarta

[3] Blanco, Cindy. 2022. 2022 Duolingo Language Report. Diakses pada 29 Maret 2023. https://blog.duolingo.com/2022-duolingo-language-report/

[4] Kapp, K. (2012). The Gamification of Learning and Instruction. Game-Based Methods and Strategies for Training and Education. Pfeiffer, San Francisco, CA.

[5] Chasse, Beth. 2021. Tacking a crack at gamification. Diakses pada 29 Maret 2023. https://blog.duolingo.com/gamification-design/

[6] Ferrier, Morwenna. 2022. ‘I lie in the bath, imagining that I am wandering the Rialto in Venice’: my obsession with Duolingo. Diakses pada 29 Maret 2023. https://www.theguardian.com/education/2022/nov/14/my-obsession-with-duolingo/

[7] Wawancara dengan Aris Mardhani, tanggal 30 Maret 2023 di SDN 03 Muara Pawan, Ketapang, KalBar

Editor : Ika Berdiati