Artikel
Fenomena Bahasa Gaul Di Kalangan Remaja

Fenomena Bahasa Gaul Di Kalangan Remaja

Oleh : Kiki Rizki Amelya Zubir

Guru pada MAN Batam

Bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.yang digunakan untuk menyatukan sebuah bangsa (Keraf, 2005). Sebagai alat komunikasi, bahasa menjadi kebutuhan utama setiap individu dalam menyampaikan maksud dan pikirannya. Terdapat 3 jenis bahasa yang dapat digunakan dalam berinteraksi, yaitu bahasa verbal, bahasa nonverbal, dan bahasa isyarat. Bentuk bahasa verbal adalah berupa kata-kata yang diucapkan secara nyata, seperti: makan, sedih, membaca, dll. yang setiap kata itu memiliki maknanya masing-masing atau bisa juga kontekstual. Bahasa nonverbal adalah bahasa yang digunakan berupa kata-kata yang tidak diucapkan, melainkan disampaikan melalui mimik wajah atau pun gesture tubuh, misal: mata melotot dapat bermakna marah atau mungkin kaget terhadap sesuatu, gerakan lambaian tangan dapat bermakna perpisahan, dll. Sedangkan bahasa isyarat adalah bahasa komunikasi yang digunakan oleh tuna rungu, misalnya: gerakan tangan tertentu yang memiliki suatu makna.

Terlepas dari jenis bahasa di atas, bahasa di Indonesia berkembang mengikuti perkembangan zaman. Salah satunya adalah kehadiran bahasa gaul, seperti yang terlihat di kalangan remaja saat ini. Mereka seolah berlomba-lomba menggunakan bahasa gaul yang notabene malah menomorduakan bahasa Indonesia. Bahasa gaul adalah bahasa khas remaja (kata-katanya diubah-ubah sedemikian rupa, sehingga hanya bisa dimengerti di antara mereka) bisa dipahami oleh hampir seluruh remaja di tanah air yang terjangkau oleh media massa (Sarwono, 2004).

Tidak sedikit remaja yang beranggapan bahwa saat menggunakan bahasa gaul, mereka akan terlihat lebih keren dibanding mereka yang hanya menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Tidak heran, jika saat ditanya bentuk baku balsem atau contek, banyak yang tidak mengetahuinya. Padahal kata tersebut tidak asing digunakan dalam percakapan. Hal ini merupakan salah satu dampak dari menjamurnya penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja. Jika saja penggunaan bahasa gaul benar-benar tidak bisa dihindari, maka hal yang harus dilakukan adalah menyaring penggunaan bahasa tersebut, agar jangan sampai penggunaannya malah menyingkirkan bahasa Indonesia.

Sebagai generasi penerus, remaja merupakan tombak yang akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa, mereka jugalah yang nantinya akan mewariskan bahasa dan budaya bangsa kepada anak cucu keturunannya. Apa jadinya jika saat ini, ,mereka justru disibukkan dengan penggunaan bahasa gaul? Memang benar, penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja tidak dapat dihindari. Banyak bentuk bahasa gaul yang biasa digunakan remaja saat berkomunikasi, mulai dari singkatan, plesetan, hingga istilah yang absurd sering mereka gunakan. Kalua sudah begini, siapakah yang paling bertanggung jawab dalam menjaga keutuhan bahasa Indonesia?

Kosakata gaul seperti “kerkel, TBL, atau nolep”, barangkali kosakata ini terdengar asing bagi Gen X apalagi bagi Generasi Baby Boomers. Penggunaan bahasa gaul bisa saja tidak menyalahi aturan kebahasaan, apabila dengan penggunaan bahasa tersebut justru semakin memantik rasa cinta terhadap bahasa Indonesia yang sangat kaya dengan perbendaharaan kosakatanya. Apakah mungkin?

Berikut beberapa contoh bahasa gaul yang digunakan remaja:

No.Bahasa GaulArti dalam Bahasa Indonesia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10kerkel TBL ngab gaje nolep spill mantul YTTA GG cijikerja kelompok takut banget loh bang gak Jelas suka menyendiri menunjukkan/memberitahu mantap betul Yang Tau-Tau Aja Good game/keren buka diam-diam

Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang kaya dengan kosakata bahasa daerah dan bahasa serapan dari bahasa asing, kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dari bahasa Indonesia itu sendiri, seperti: Minangkabau yang merupakan bahasa daerah dan nama salah satu suku di Sumatera Barat atau “bank” yang diambil dari bahasa Inggris dan kemudian menjadi bagian dari bahasa Indonesia.

Berbeda halnya dengan bahasa gaul yang saat ini ramai digunakan kalangan remaja. Bahasa ini tidak serta merta menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Mungkin karena bentuk kata yang digunakan adakalanya berupa bahasa ‘slengekan’, sehingga rasanya belum atau mungkin tidak pantas diseoadankan dengan bahasa Indonesia.

Slogan “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing” ini sangat tepat untuk dilakukan, terutama di kalangan remaja agar senantiasa memperlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam pergaulan. Bahasa Indonesia yang kaya tidak akan dikenal oleh anak cucu di generasi yang akan dating, apabila penggunaannya saat ini pun dianggap asing. Jangan sampai negara lain mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka. Hal ini bisa saja terjadi apabila warga negara Indonesia, terutama remaja, tidak peduli terhadap bahasa Indonesia itu sendiri. Ketidakpedulian tersebut dapat berupa, rasa minder menggunakan bahasa Indonesia dan justru merasa bangga saat menggunakan bahasa gaul atau bahasa asing.

Memupuk kecintaan terhadap bahasa Indonesia dapat dimulai dengan senantiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap kesempatan dan kalua pun harus menggunakan bahasa gaul, tetap dengan memperhatikan bahwa bahasa gaul yang digunakan itu tidak merusak aturan dalam bahasa Indonesia. Bahwa benar  adalah bahasa bersifat arbitrer, yaitu bahasa terbentuk karena adanya kesepakatan di dalam masyarakat. Karena adanya kesepakatan, maka terbentuklah sebuah kosakata bahasa, misalnya: ngab, ciji, gaje, dll. Tapi apakah penggunaannya sudah tepat?

Bergerak dari fenomena bahasa gaul tersebut, pemerintah, dalam hal ini bisa mulai mengampanyekan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia. Mungkin diawali dengan diadakannya kelompok-kelompok bahasa Indonesia yang mampu menarik minat remaja agar mau bergabung dan ikut bersama-sama mengampanyekan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yng tidak akan tergantikan posisinya oleh bahasa apa pun di dunia. Selain pemerintah, orang tua juga memiliki peranan yang penting dalam melestarikan bahasa Indonesia. Jika di lingkungan keluarga sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan, maka akan memudahkan remaja untuk ikut melestarikan bahasa Indonesia baik secara sadar atau pun tidak. Hal selanjutnya yang dapat dilakukan juga adalah lembaga pendidikan mengadakan lomba menulis dan lomba berbicara dalam bahasa Indonesia, seperti lomba MC atau pun keterampilan berbicara lainnya yang menuntut keterampilan berbicara seseorang, tentunya yang tidak menggunakan bahasa gaul.

Fenomena bahasa gaul di kalangan remaja adalah sebagai dampak dari pergaulan remaja, salah satunya adalah pergaulan remaja di dunia maya. Pada zaman teknologi ini, bukanlah yang sulit untuk menyebarkan suatu informasi, termasuk menyebarkan kosakata bahasa gaul. Alangkah bijaknya, jika sebagai pengguna sosial media, remaja mampu memfilter mana bahasa yang layak digunakan demi ikut melestarikan bahasa Indonesia dan mana bahasa yang justru memberikan pengaruh negarif terhadap bahasa Indonesia.

Tidak hanya sosial media, keinginan untuk bisa menjadi bagian dari komunitas tertentu pun terkadang bisa menjadi salah satu penyebab fenomena bahasa gaul di kalangan remaja. Selain itu, fenomena bahasa gaul ini juga menunjukkan rendahnya pengetahuan remaja tentang kedudukan bahasa Indonesia. Padahal jelas disebutkan bahawa salah satu fungsi bahasa adalah sebagai pemersatu di dalam masyarakat yang bhineka. Jika generasi mudah keukeuh mempertahankan keinginannya untuk senantiasa menggunakan bahasa gaul, bukan tidak mungkin kesalahpahaman antargenerasi akan terjadi.

Sebagai penutup, jadilah remaja yang bijak dalam berbahasa. Tidak ada istilah keren dalam menggunakan bahasa gaul. Yang terlihat keren adalah, para remaja yang masih teguh pendirian untuk senantiasa menggunankan bahasa Indonesia meskipun ada banyak kosakata gaul bertebaran di sosmed.

Editor : Ika Berdiati