Artikel
Gaya Mengajar Guru dalam Perspektif Teori Aura Farming: Sebuah Kajian Personal dan Profesional

Gaya Mengajar Guru dalam Perspektif Teori Aura Farming: Sebuah Kajian Personal dan Profesional

Oleh : Sarkim, M.Pd
Guru pada MTs Negeri 28 Jakarta timur

Proses pembelajaran di sekolah bukan hanya sebatas transfer ilmu pengetahuan, melainkan juga pertemuan energi antara guru dan siswa. Gaya mengajar seorang guru sering kali menentukan suasana kelas, motivasi belajar siswa, serta efektivitas komunikasi pembelajaran. Dalam konteks ini, muncul teori aura farming yang awalnya populer di media sosial, tetapi relevan jika dikaitkan dengan praktik pendidikan.

Aura farming dipahami sebagai cara seseorang memancarkan pesona atau karisma melalui sikap, ekspresi emosi, dan narasi yang dibangun. Jika guru mampu mengelola aura pribadinya dengan baik, maka kelas dapat menjadi ruang yang hidup, penuh semangat, serta menghadirkan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Dengan demikian, gaya mengajar guru dapat dianalisis menggunakan perspektif aura farming.

Gaya mengajar guru adalah cerminan personalitas dan strategi pedagogis yang digunakan untuk membangun interaksi serta menyampaikan materi kepada siswa. Djamarah (2010) menyatakan: “Gaya mengajar guru merupakan perwujudan dari sikap, perilaku, dan cara guru berhubungan dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.” (p. 45)

Senada dengan itu, Wahab (2008) menegaskan bahwa: “Setiap guru memiliki gaya mengajar yang khas, yang dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman, dan pemahaman pedagogisnya. Gaya ini dapat memengaruhi motivasi serta keterlibatan belajar siswa.” (p. 112)

Sementara itu, Sudjana (2017) menekankan pentingnya fleksibilitas dalam gaya mengajar: “Guru yang efektif adalah mereka yang dapat menyesuaikan gaya mengajarnya dengan kebutuhan, kemampuan, dan karakteristik siswa.” (p. 89)

Dari pandangan para ahli di atas, dapat dipahami bahwa gaya mengajar bukanlah sesuatu yang statis. Gaya ini dipengaruhi oleh kepribadian guru, konteks pembelajaran, serta strategi yang digunakan. Jika dikaitkan dengan konsep aura farming, gaya mengajar dapat menjadi “sarana pemancaran aura” yang berpengaruh langsung terhadap semangat belajar siswa.

Fenomena aura farming dipandang sebagai bentuk ekspresi diri yang tidak hanya mengandalkan penampilan fisik, tetapi juga keseluruhan citra diri. Nurani (2024) menegaskan bahwa: “Aura farming itu sebenarnya bukan hanya soal penampilan fisik. Ini adalah bagaimana seseorang menampilkan dirinya secara utuh-emosi, sikap, dan cara berbicara yang karismatik. Itu yang membuat seseorang terlihat bersinar di hadapan orang lain.” (p. 1)

Selain itu, fenomena ini juga dipandang sebagai strategi generasi muda dalam membentuk identitas digital. Widhiyanti (2024) menyatakan: “Fenomena aura farming menunjukkan bagaimana generasi muda membentuk persona dan citra diri mereka melalui media sosial. Ini bukan sekadar mengikuti tren, melainkan cara menegosiasikan identitas di ruang digital.” (p. 1)

Bahkan, dalam lingkup pariwisata, aura farming dimaknai sebagai usaha menampilkan pesona yang memikat dunia melalui budaya dan narasi yang dikemas secara menarik (Sidauruk, 2024).
Jika diproyeksikan ke dalam dunia pendidikan, aura farming dapat dipahami sebagai strategi guru dalam memancarkan energi positif melalui gaya mengajar. Karisma guru, cara menyampaikan materi, hingga narasi yang digunakan di kelas dapat menjadi “aura” yang ditangkap siswa. Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembentuk suasana belajar yang memberi pengaruh psikologis dan motivasional.

Guru yang memiliki gaya personal penuh energi, ramah, dan karismatik mampu menarik perhatian siswa lebih lama. Aura positif yang dipancarkan membuat siswa merasa nyaman, sedangkan aura negatif dapat memadamkan semangat kelas.

Pertanyaannya tipe gaya guru seperti apa yang dapat memancarkan Aura Farming. Berikut Gaya Mengajar Guru yang disinyalir dapat memunculkan Aura Farming: Pertama adalah Gaya Otoritatif (Authoritative Style). Guru otoritatif tegas tetapi adil, disiplin namun tetap komunikatif. Misalnya, seorang guru matematika yang konsisten memberi aturan jelas tentang keterlambatan dan tugas, tetapi tetap memberi ruang tanya jawab dan penghargaan bagi siswa yang berusaha. Aura farming dalam gaya ini terlihat melalui kombinasi karisma dan wibawa, sehingga siswa melihat guru bukan hanya sebagai pengendali kelas, tetapi juga pemimpin yang menginspirasi.

Kedua Gaya Demokratis. Guru demokratis memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif berdiskusi, berpendapat, dan terlibat dalam pengambilan keputusan kelas. Contohnya, guru bahasa Indonesia yang mengajak siswa memilih topik proyek menulis bersama dan memberi kebebasan berkreasi. Aura farming tampak dalam energi keterbukaan dan empati yang dipancarkan guru, membuat siswa merasa dihargai, setara, dan lebih percaya diri dalam belajar.

Selanjutnya yang ketiga Adalah Gaya Karismatik. Guru karismatik biasanya menonjolkan kepribadian yang hangat, penuh energi, dan komunikatif. Misalnya, guru sejarah yang menceritakan peristiwa masa lalu dengan gaya bercerita memikat, intonasi penuh semangat, dan gestur ekspresif. Aura farming dalam gaya ini tampak jelas, karena siswa bukan hanya memahami materi, tetapi juga terpesona oleh aura positif guru yang membuat pembelajaran terasa hidup dan menyenangkan.

Dengan demikian, aura farming dapat dimaknai sebagai seni guru dalam memadukan emosi, sikap, komunikasi, dan karisma sesuai gaya mengajar masing-masing. Aura ini bukan sekadar atribut tambahan, melainkan inti dari pembelajaran yang menyentuh ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

Dalam praktik mengajar, guru dapat menerapkan prinsip aura farming melalui:

  1. Ekspresi emosi yang terkendali. Guru yang mampu tersenyum, berbicara dengan intonasi hangat, dan memperlihatkan antusiasme akan memancarkan aura positif.
  2. Narasi yang memikat; Seperti halnya dalam pariwisata (Sidauruk, 2024), guru dapat membungkus materi pembelajaran dengan cerita, contoh nyata, atau analogi yang memikat imajinasi siswa.
  3. Membangun persona profesional: Sebagaimana dicatat Widhiyanti (2024), guru juga sedang membentuk citra diri, baik di ruang kelas maupun di ruang digital. Persona ini dapat memperkuat otoritas akademik sekaligus kedekatan emosional dengan siswa.


Dengan menginternalisasi konsep aura farming, guru dapat:

  1. Menjadi teladan yang bukan hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi.
  2. Mengubah kelas menjadi ruang kolaboratif, menyenangkan, dan bermakna.
  3. Mengembangkan keterampilan komunikasi yang membuat siswa merasa dihargai dan termotivasi.

Fenomena aura farming yang semula populer di media sosial ternyata memiliki relevansi signifikan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam gaya mengajar guru. Guru dengan aura positif dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih hidup dan bermakna. Seperti ditegaskan Nurani (2024), aura tidak hanya soal penampilan, tetapi juga sikap, emosi, dan cara berkomunikasi. Dengan demikian, guru yang mampu mengelola aura pribadinya sejalan dengan prinsip aura farming akan lebih berhasil dalam membangun relasi dengan siswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Daftar Pustaka

Djamarah, S. B. (2010). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurani, G. A. (2024, Juni 4). Bukan Sekadar Tren Joget, Ini Makna Sebenarnya Aura Farming yang Ramai di Medsos.

https://kumparan.com/kumparanwoman/bukan-sekadar-tren-joget-ini-makna-sebenarnya-aura-farming-yang-ramai-di-medsos-25ThSiPEi16

Sidauruk, R. (2024, Juli 28). Aura Farming: Memanen Pesona Wisata Indonesia untuk Panggung Dunia. ANTARA News Jawa Timur.

https://jatim.antaranews.com/berita/949733/aura-farming-memanen-pesona-wisata-indonesia-untuk-panggung-dunia

Sudjana, N. (2017). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Wahab, A. (2008). Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Widhiyanti, Y. (2024). Aura Farming: Fenomena Viral dari Indonesia. Cagram2. https://cagram2.com/aura-farming-fenomena-viral-dari-indonesia/


Editor : Ika Berdiati