Artikel
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)

Oleh : Ika Berdiati
Widyaiswara BDK Jakarta

Dasar filosofi pembelajaran kontekstual diantaranya adalah pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit, mengerucut dan tidak sekonyong-konyong.  Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan- pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Pembelajaran kontekstual atau contekstual teaching learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata pembelajar dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, dan pengetahuan yang diperoleh dari usaha peserta didik mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

Dasar pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal  dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Berlangsungnya  pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar. Sesungguhnya pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding kelas. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan menghapus kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta lingkungan.

Berdasarkan teori belajar, melalui pendekatan lingkungan,  pembelajaran menjadi bermakna. Sikap verbalisme pembelajar terhadap penguasaan konsep dapat diminimalkan dan pemahaman pembelajar  akan membekas dalam ingatannya.

Buah dari proses pendidikan dan pembelajaran akhirnya akan bermuara pada lingkungan. Manfaat keberhasilan pembelajaran akan terasa manakala apa yang diperoleh dari pembelajaran dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dalam realitas kehidupan. Inilah salah satu sisi positif yang melatarbelakangi pembelajaran dengan pendekatan lingkungan.

Adapun yang dimaksud dengan pendekatan lingkungan adalah suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lingkungan dan untuk menanamkan sikap cinta lingkungan.

CTL atau pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menerapkan konsep-konsep pengetahuan  dan lingkungan sekitar pembelajar dapat dengan mudah dikuasai pembelajar  melalui pengamatan pada situasi yang konkret. Dampak positif dari diterapkannya pendekatan lingkungan yaitu pembelajar dapat terpacu sikap rasa keingintahuannya tentang sesuatu yang ada di lingkungannya.

Seandainya kita renungi empat pilar pendidikan yakni learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to be (belajar untuk menjadi jati dirinya), learning to do (belajar untuk mengerjakan sesuatu) dan learning to life together (belajar untuk bekerja sama), dapat dilaksanakan melalui pembelajaran dengan pendekatan lingkungan yang dikemas sedemikian rupa oleh guru.

Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

  1. Kerjasama antarpeserta didik dan guru
  2. Saling menunjang antara peserta didik dan guru
  3. Belajar dengan bergairah dan menyenangkan
  4. Pembelajaran terintegrasi secara kontektual
  5. Menggunakan berbagai sumber belajar
  6. Peserta didik dapat berbagi dengan teman
  7. Peserta didik belajar dengan aktif (student active learning)
  8. Peserta didik kritis, guru kreatif
  9. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
  10. Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya peserta didik, laporan hasil praktikum, karangan peserta didik dan lain-lain.

Prinsip yang Mendasari Pembelajaran Kontekstual

1. Saling Bergantung

Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang.Prinsip ini mengajak para pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, peserta didik, stakeholder, dan lingkungannya.

Bekerjasama (collaborating) untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan alternatif pemecahan masalah.

2. Perbedaan

Prinsip diferensiasi (perbedaan) adalah  mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman, pebedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated learning) yang dapat mengkontruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapai tujuan secara penuh makna (meaningfullness).

Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik dalam rangka mengumpulkan, menganalisis, dan mensintesis informasi, guna mencari solusi dan memecahkan masalah.

Terciptanya kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

3. Pengaturan Diri

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri, dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.

Melalui interaksi antarpeserta didik akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri.

4. Penilaian  Diri  

Penggunaan penilaian autentik, yaitu menantang peserta didik agar dapat mengaplikasikan berbagai informasi akademis baru dan keterampilannya ke dalam situasi kontekstual secara signifikan.

Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan  Pendekatan Tradisional

Pendekatan Kontekstual    Pendekatan Tradisional
Peserta didik aktif terlibatPeserta didik penerima informasi
Belajar dengan kerja samaBelajar individual
Berkait dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikanBersifat abstrak dan teoritis
Perilaku dibangun atas kesadaran diriPerilaku dibangun atas kebiasaan
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahamanKeterampilan dikembangkan atas dasar latihan
Memperoleh kepuasan diriMemperoleh pujian dan nilai saja
Kesadaran tumbuh dari dalam untuk  tidak melakukan yang burukTidak melakukan yang jelek karena takut hukuman
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, digunakan dalam konteks nyataBahasa diajarkan dengan pendekatan Struktural, kemudian dilatihkan
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri peserta didikRumus ada di luar diri peserta didik, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan
Pemahaman rumus relatif BerbedaRumus adalah kebenaran absolut
Peserta didik aktif, kritis bergelut dengan idePeserta didik pasif hanya menerima tanpa kontribusi ide
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidangCenderung terfokus pada satu bidang  (disiplin ilmu tertentu)
Pengetahuan dibangun dari kebermaknaan  Pengetahuan ditangkap dari fakta, konsep, atau hokum
Pengetahuan selalu berkembang sejalan dengan fenomena baruKebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
Peserta didik bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaranPeserta didik adalah penentu jalannya proses pembelajaran  
Peserta didik menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)Waktu belajar peserta didik sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar, ceramah, dan mengisi latihan sebagai kerja individual.
Penghargaan terhadap pengalaman peserta didik sangat diutamakanPembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik
Hasil belajar diukur dengan prinsip penilaian autentikHasil belajar diukur dengan melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/pujian/ulangan
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan settingPembelajaran terjadi di ruangan kelas  
Penyesalan terjadi karena kesadaran diri bahwa hal tersebut merugikanPenyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek

Komponen Pembelajaran Kontekstual

Beberapa komponen yang mendasari pembelajaran kontektualdan  dapat dipedomani oleh guru dalam mengemas pembelajaran di kelas yaitu:

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah membangun pemahaman dari diri pembelajar sendiri menjadi pengalaman dan wawasan  baru berdasar pada pengetahuan awal.Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi peserta didik harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu peserta didik harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Esensi dari teori kontruksivisme adalah ide bahwa para pembelajar harus menemukan dan mentransfomasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.

Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan kaum objektif, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didikmemperoleh dan mengingat.

Konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada terbangunnya pemahaman dan pengetahuan sendiri secara aktif, kreatif, inovatif, inspiratif,  dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

Pengetahuan sebaiknya  dikonstruksi terlebih dahulu melalui penggalian potensi, pengalaman nyata, dan pengetahuanpeserta didik. Guru memfasilitasi peserta didikagar terbiasa memecahkan masalah, mencari solusi atas masalah, menemukan sesuatu yang bermakna,dan mengembangkan gagasan-gagasan baru.

Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut.

  1. Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
  2. Informasi yang sarat dengan kebermaknaan dan relevan dengan kehidupan nyata peserta didik lebih penting daripada informasi verbalistis.
  3. Peserta didik mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan, mengembangkan dan mengujiterapkan idenya sendiri.
  4. Peserta didik diberikan kebebasan untuk menerapkan strategi belajarnya sendiri.
  5. Pengetahuan peserta didik dibangun dan  dikembangkan  melalui pengalaman sendiri.
  6. Pengalaman peserta didik akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
  7. Pengalaman peserta didik bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).


2. Inkuiri/Menemukan

Inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap rumusan masalah terhadap pertanyaan atau masalah dengan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan logis.

Inkuiri juga dapat dimaknai sebagai proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dan pengetahuan.Peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis dan analitis. Pembelajaran tidak diorientasikan untuk mengingat dan menghafal sederetan fakta, konsep, pengetahuan tetapi dikemas dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh peserta didik baik secara invidial ataupun secara kelompok.

Dengan proses inkuiri, wawasan peserta didik menjadi berkembang. Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila peserta didik menemukan sendiri informasi dengan bukti-bukti atau data faktual dan aktual yang ditemukan sendiri oleh mereka.

Salah satu tujuan pembelajaran inkuiri adalah untuk memberikan cara bagi peserta didik untuk membangun kecakapan-kecakapan berpikir terkait dengan proses berpikir reflektif dan pada akhirnya terbangun cara-cara untuk membantu peserta didik membangun kemampuan itu.

3. Questioning

Questioning atau bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.Bagi peserta didik yang merupakan bagian  penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiri.

Keingintahuan peserta didik tentang pengetahuan, konsep, kenyataan yang ditemuin di hadapanya  tentu saja diperoleh dari proses bertanya. Guru menstimulasi peserta didik agar mau dan mampu bertanya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut:

  • Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
  • Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui peserta didik lebih efektif melalui tanya jawab.
  • Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.Bagi guru, bertanya kepada peserta didik bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.
  • Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman peserta didik, membangkitkan respon peserta didik, mengetahui kadar keingintahuan peserta didik, mengetahui hal-hal yang diketahui peserta didik, memfokuskan perhatian peserta didik sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri peserta didik, dan menyegarkan pengetahuan peserta didik.


4. Learning Community

    Learning Community atau masyarakat belajar  merupakan  komponen pembelajaran kontekstual yang mengarahkan pada pengaturan pembelajaran secara kooperatif atau bekerja sama untuk mencapai hasil pelajara yang optimal.

    Hasil belajar berupa pengembangan wawasan, pemerolehan pengetahuan tentang fakta-fakta dan konsep peserta didik bisa diperoleh dengan berbagidan saling memintarkan  antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu,baik di dalam maupun di luar kelas. Pembelajaran  dikemas dengan pembelajaran kooperatif dalam kelompok dan antarkelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi. Komponen ini mengarahan bahwa bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Bertukar pengalaman dan berbagi ide.

    Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut.

    1. Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau berbagi dengan pihak lain.
    2. Sharing(berbagi) terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
    3. Sharing (berbagi)terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
    4. Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
    5. Peserta didik  yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.


    5. Modeling

    Salah satu komponen pembelajaran kontekstual adalah modelling atau pemodelan yang merupakan proses penampilan suatu contoh agar pembelajar mampu berpikir, bekerja dan belajar.  Peserta didik mengerjakan apa diinstruksikan. Guru memberikan contoh bukan untuk ditiru, tetapi agar peserta didik mampu mengkreasi, mengerjakan dan mengembangkan sesuatu sesuai yang dimodelkan.

    Pemodelan bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami peserta didik dari pada hanya menjelaskan  atau menceramahi peserta didik.

    Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.

    1. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan baik apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
    2. Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
    3. Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.


    6. Reflection

      Komponen ini yangmerupakan bagian dari pembelajaran dengan pendekatan CTL yang merupakan  perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari.

      Reflection atau refleksi adalah  cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Mencatat apa yang telah dipelajari, memikirkan kebermanfaatan apa yang dipelajari.

      Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan.

      Peserta didik  akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengalamam baru, pengetahuan/ wawasan baru, pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini penting dibelajarkan pada peserta didik agar mereka menghargai proses perolehan pengetahuan itu.

      Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.

      • Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
      • Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
      • Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.


      7. Authentic Assessment

      Authentic Assessment atau penilaian autentik merupakan salah satu komponen CTL  yaitu proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar peserta didik.  Mengukur pengetahuan   dan keterampilan  berdasarkan penilaian yang mengukur kompetensi peserta didik dalam pembelajaran dan dalam melaksanakan tugas-tugas yang relevan  dan kontekstual.

      Penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses pembelajaran  berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.

      Prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

      1. Penilaian autentik bukan menghakimi peserta didik, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar peserta didik.
      2. Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
      3. Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksikan bagaimana peserta didik belajar, bagaimana peserta didik menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar peserta didik dalam berbagai konteks belajar.
      4. Penilaian autentik memberikan kesempatan peserta didik untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).