Artikel
Fenomena Bullying di Kalangan Pelajar, Tamparan Keras Para Pengajar

Fenomena Bullying di Kalangan Pelajar, Tamparan Keras Para Pengajar

Oleh: Yeni Herliana
Guru pada MTs Negeri 2 Lebak

Aksi buruk pelajar yang marak diperbincangkan saat ini tentang builying, sangatlah miris. Bullying atau perundungan merupakan suatu penindasan yang ditimbulkan dari prilaku pelajar yang agresif dan tempramen. Hal itu yang dilakukan dengan cara mengintimidasi, menghina, mengancam, melecehkan, bahkan penganiayaan pun dianggap sebuah sikap wajar dan biasa-biasa saja. Mereka tidak merasa bersalah atas sikap yang diperbuatnya meskipun tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan sebagai pelajar.

Bullying berkembang pesat di lingkungan sekolah dari berbagai jenjang. Terbukti setiap kasus bullying, pelaku dan korbannya sama-sama pelajar. Kejadiannya ketika aktivitasnya tidak sedang dalam pengawasan para pengajar. Pelakunya nyaris tidak diketahui kalau saja korban tidak melapo Tetapi ada juga korban dan pelaku yang dilaporkan oleh saksi sebagai perlawanan atas perbuatan dari aksi bullying itu.

Ada segelintir kasus dari banyak kasus yang tidak diketahui. Kasus ini terjadi pada salah satu sekolah yang ada kesamaan dengan kasus perundungan yang tengah viral di media sosial. Diantaranya ada seorang pelajar perempuan yang selalu diejek/ dihina yang mengarah pada boddy shaming oleh teman laki-laki sekelasnya yang berkarakter kasar. Belum lagi ejekan terhadap orang tuanya. Terkadang di luar kelas pun sering dilontarkan kata-kata cacian dan hinaan yang menyakitkan. Yang lebih parah lagi ada tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan yang dianggap lemah dan pendiam. Korban hanya bisa diam, menahan rasa sakit dengan menangis, dan tidak bisa melakukan pembalasan apapun. Sikap teman disekelilingnya yang seharusnya menjadi saksi hanya masa bodoh dan tidak peduli, seolah-olah tidak mengetahui kejadian yang dialami korban.

Namun, setelah beberapa kali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari si pembully, muncul dampak buruk pada korban. Beberapa hari tidak sekolah dengan alasan sakit. Setelah ditelusuri keberadaannya, ternyata secara fisik tidak sakit. Dia hanya tidak mau lagi sekolah, bahkan meminta pindah sekolah kepada orang tuanya. Tentu saja hal ini mengagetkan orang tua dan para pengajarnya. Apalagi wali kelas yang berperan sebagai pengganti orang tua di sekolah merasa kecolongan dari masalah yang dihadapi anak didiknya. Mengapa sampai demikian?

Aktivitas bullying berjalan ketika para pengajar tidak sedang di kelas, sangatlah mengagetkan para pengajar seperti mendapat tamparan keras dari peristiwa itu meskipun mereka memiliki berbagai alasan yang patut dipahami dan dimengerti. Apalagi pengajar yang memang sengaja meninggalkan kelas tanpa ada alasan yang jelas. Hanya kemalasan sematalah yang ditunjukkan kepada peserta didiknya.

Hal yang semestinya dilakukan pengajar adalah mendidik dengan mengajak, memotivasi, mendukung, membantu dan menginspirasi peserta didiknya agar bisa melakukan tindakan positif bagi dirinya, orang lain dan lingkungannya. Tetapi, tatkala pengajar tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, terjadilah hal yang tidak diharapkan, bahkan muncul tindakan negatif di luar dugaan pengajar yang sampai ke publik. Keberadaan kasus ini diakui dan disadari pengajar karena suatu waktu tidak bisa memberikan pengajaran yang kondusif di kelas.
Di samping beberapa alasan klise dan sikap malas yang ada, salah satu alasan pengajar meninggalkan kelas karena ada beban tugas administratif yang menumpuk. Terkadang ada tugas yang harus diselesaikan dengan cepat dalam waktu singkat. Akhirnya dikorbankanlah waktu yang seharusnya dipergunakan di kelas. Para pelajar pun berpeluang dan memiliki kesempatan untuk meluncurkan aksi bullyingnya.

Dampak Kasus Bullying
Secara psikologis kasus bullying berdampak buruk pada pelaku maupun korban. Dampak buruk bagi pelaku diantaranya tidak memiliki sikap empati, yang ada hanya rasa benci kepada teman sekelas, juga mengalami masalah pengendalian emosi, sehingga akan merasa kesulitan membangun relasi / hubungan sosial maupun hubungan romantis. Pelaku bully semacam ini berpotensi berkembang menjadi pribadi yang anti sosial. Sedangkan dampak buruk pada korban dan sudah menjadi
fenomena fakta yang viral  diantaranya:

1. Emosional
Menurut Daniel Goleman, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Dengan demikian, emosi dapat mendorong untuk bertindak. Jadi, ketika tingkat emosi korban sangat tinggi, pola pikirnya sudah tertutup secara emosional sehingga muncul dalam benaknya untuk balas dendam. Pengalaman saat menjadi korban bullying tidak bisa melawan dan hanya diam, meski harga dirinya terinjak-injak. Kemudian dengan berjalannya waktu, dia ekspresikan dengan cara yang tidak tepat. Tidak sedikit orang yang dianggap baik dan pendiam bisa jadi pembunuh.

2. Beban
Korban bullying biasanya tidak memiliki mental yang kuat. Ketika mendapat bullyan hanya bisa memendam rasa sakit fisik dan psikologis hingga pasrah dengan keadaan. Perasaan tertekan yang berkembang dan merasa tak ada yang menolong terus tumbuh dalam jiwanya. Tindakan yang dilakukannya biasanya ke arah menyakiti dirinya sendiri, dan tidak sedikit yang melakukan bunuh diri.

Tindakan bullying sangat mempengaruhi seorang pelaku maupun korban dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, kasus bullying yang kerap terjadi membutuhkan perhatian khusus dari berbagai pihak. Terutama pihak sekolah dan orang tua. Jika merujuk pada konsep Tri Sentra Pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, jelas bahwa proses pendidikan tidak sekedar melibatkan sekolah atau satuan pendidikan, tetapi melibatkan keluarga dan masyarakat juga.

Pihak sekolah terutama pengajar tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada pelaku. Justru harus lebih tanggap dan peka dalam menyikapi kasus bullying yang kerap terjadi di lingkungan sekolah. Begitu juga dengan peran orang tua harus bisa menjadi jembatan dalam penyelesaian kasus tersebut. Artinya orang tua menjadi penengah  bijak  dalam menyikapi berbagai kasus yang menimpa anak- anaknya.

Berdasarkan fenomena bullying yang kian merebak di lingkungan sekolah, tak sedikit publik yang mempersalahkan pengajar. Publik berkomentar bahwa aksi bullying tidak akan terjadi kalau suasana di kelas kondusif dan ada pendamping. Secara umum penilaian publik telah mencoreng reputasi pengajar.

Kritikan dan kemarahan publik diarahkan kepada pengajar adalah suatu hal yang wajar karena yang terlibat dalam kasus bullying pada umumnya pelajar. Kasusnya kerap terjadi di lingkungan sekolah pada saat jam belajar. Oleh karena itu, guna mengantisipasi kasus bullying atau kasus yang berdampak buruk lainnya, semua berharap agar peran dan fungsi pengajar  lebih berdedikasi dan penuh tanggung jawab lagi dalam mengemban tugasnya.

Peranan Penting Pengajar
Sebagaimana yang tercantum dalam UU no 14 Tahun 2005, bahwa peran guru dalam pembelajaran adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik. Jadi, pendidik khususnya guru/ pengajar lebih berperan penting dalam kelas. Selain mendidik, peran guru pun diharapkan berhasil menjadi pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, inspirator dan motivator bagi peserta didiknya. Karena efektif dan kondusifnya kelas bergantung kepada guru. Jangan sampai guru membuka peluang sekecil apapun terhadap  peserta didiknya untuk melakukan tindakan yang tercela.

Patut digarisbawahi bahwa alasan guru/ pengajar tidak di kelas saat ada pembelajaran karena ada pekerjaan administratif yang menumpuk. Maka, sebaiknya beban tugas administrasi pengajar harus dikurangi. Seperti yang dikatakan WURYADI Pakar Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), bahwa saat ini pengajar lebih banyak disibukkan dengan administrasi yang merupakan konsekuensi dari pelaksanaan kurikulum 2013 yang diterapkan sejak era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh, berawal dari era inilah pengajar mendapat berbagai macam beban administrasi yang mengakibatkan peran pengajar sebagai pendidik tidak maksimal.

Dengan demikian, persoalan yang dialami pengajar hendaknya bisa menjadi perhatian bagi para pemangku kebijakan yang terkait. Program yang menjadi aturan baku untuk pendidik harus jelas dan lebih dievaluasi kembali. Sehingga lebih berdampak positif dan bisa meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi muda bangsa. Buatlah aturan seminimal mungkin agar para pendidik tidak punya peluang mengabaikan peserta didiknya. Bukan malah sebaliknya, ketika aturan yang telah ada diimplementasikan malah menjadi batu sandungan bagi para pendidik. Akhirnya berdampak buruk dengan banyaknya kasus di kalangan pelajar.

Selain itu, solusi lain agar bisa meminimalisir kasus bullying di sekolah bisa dengan cara :1). melakukan tindakan preventif. Tingkatkan sosialisasi anti bullying kepada siswa, pengajar, orang tua, serta segenap civitas akademik di lingkungan sekolah. 2). Melakukan pencegahan dan mekanisme pengaduan . Pencegahan dapat dilakukan dengan adanya aturan yang disepakati oleh semua civitas akademik institusi sekolah. Sistem pengaduan pun harus dimiliki oleh pihak sekolah agar pihak korban atau saksi bisa melawan pembullyan dengan melaporkan baik secara langsung/ tidak langsung. Pelapor bisa menghubungi no HP yang telah difungsikan sebagai sarana pengaduan berbagai masalah dengan jaminan keamanan yang jelas, serta tidak berisiko bagi pelapor.3) Pemasangan CCTV di kelas. Sarana ini berfungsi sebagai pengintai dan bisa meningkatkan keamanan di lingkungan sekolah khususnya kelas yang bercctv. Semua aktivitas yang terjadi dapat diketahui dan terpantau.

Berbagai solusi pencegahan tindakan bullying terealisasi dengan baik kalau memang ada tindak lanjutnya dari semua pihak. Aksi bullying butuh kepedulian dan sensitivitas pemimpin, para pengajar, serta para orang tua. Seandainya aksi bullying telah terjadi di lingkungan sekolah, sebaiknya dilakukan komunikasi dan interaksi antar pihak pelaku, korban, orang tua dan pihak sekolah. Semoga menjadi pembelajaran bagi semua pihak atas kasus tersebut.

Demikian sekelumit uraian kasus bullying di lingkungan pendidikan yang marak diperbincangkan publik di media sosial. Mohon maaf jika ada ulasan yang menyinggung semua pihak. Semoga menjadi bahan evaluasi dan referensi bagi pemangku kebijakan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan jika stakeholder yang terkait ada kerja sama yang baik serta memiliki kepekaan dan kepedulian tinggi . Sehingga tidak ada lagi komentar miring terhadap reputasi dan profesi pengajar. Bullying dapat dicegah, proses pendidikan pun berjalan sesuai fungsinya. Pendidikan akan membentuk watak dan kepribadian para pelajar sehingga menjadi pribadi yang hebat, cerdas, dan bermartabat.
Terima Kasih….