
EDIFIKASI UNTUK TOLERANSI
Oleh : Cecep Hilman
Widyaiswara BDK Jakarta
Pengantar Edifikasi
Kata edifikasi terdengar tidak sepopuler kata toleransi, karena memang hampir jarang ditemukan penggunaan istilah edifikasi dalam diskursus toleransi. Walaupun sesungguhnya praktek edifikasi mungkin sudah biasa dilakukan oleh banyak orang dan penganut ajaran agama masing-masing dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
Edifikasi atau talk nice bicara yang baik, dalam arti lebih luas edifikasi adalah berpikir, bersikap, dan berkata positif. Kerendahan hati, tidak jumawa, tidak sombong, menghargai, menggunakan power atau meminjam power manakala kita tidak memiliki power untuk mendorong maju orang lain, mengendalikan ego yang dilakukan dengan tulus.
Edifikasi tidak sekedar berpikir yang berbuah sikap, atau kata dan bicara yang berbuah perbuatan yang dilakukan secara bersyarat. Perilaku edifikasi dilakukan berkesinambungan sehingga menjadi kebiasaan bahkan karakter. Kebiasaan yang membangun karakter ini dapat pula berbentuk budaya dalam lingkungan yang terbentuk dan pada akhirnya terjadilah atmosfer hubungan silaturahmi tulus saling membantu untuk mengembangkan diri dan profesi.
Istilah edifikasi dalam pendidikan, sebagai upaya yang harus dilakukan dalam mengedifikasi (mendidik) diri kita sendiri atau orang lain, dapat berupa aktivitas hermeneutis untuk menciptakan hubungan yang baik antara kebudayaan kita dan kebudayaan orang lain (akulturasi), atau antara disiplin ilmu kita dengan disiplin ilmu lainnya. Istilah edifikasi digunakan oleh Rorty untuk mempertahankan atau membiarkan proyek penemuan cara pengungkapan kata yang baru, yang lebih baik, lebih menarik dan berhasil guna. (Rorty, 1980 dalam A. Dardiri Mengenal Filsafat Pendidikan Richard Rorty)
Menghargai Eksistensi
Edifikasi tidak pernah terjadi manakala pelaku tidak mampu menghargai orang yang berada di bawahnya. Ketika merasa berada di atasnya, maka akan muncul keinginan kita ingin menuntun, mengatur, mengarahkan. Edifikasi bukan itu, tetapi mengispirasi atas apa yang kita hargai terhadap kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat menjadi percaya diri. Penghargaan tulus dalam membantu perkembangan orang dengan kemampuan diri kita untuk menemukan hot bottom atau apa sebenarnya yang paling mendasar yang individu inginkan, butuhkan, dan kembangkan.
Pada sisi ini penempatan diri untuk berempati secara total dengan menempatkan diri kita pada posisi dia dan kemampuan berinteraksi antar persona. Interaksi terjalin untuk menjaga relasi baik dan konstruktif. Prinsip menghindari kejelekan/keburukan atau kerusakan lebih utama dibanding mengejar kebaikan. Jika terdapat banyak keburukan, cari satu saja kebaikannya dan kita fokus ke kebaikan itu. Kita menunjuk kebaikan seseorang bukan kejelekannya dan kita fokus meniru perbuatan baiknya dan bukan konsentrasi melihat kejelekannya.
Bersikap humanis menjadi perspektif edifikasi, bukan untuk melihat barang bagus, produk bagus, atau hasil kerja, tetapi melihat orangnya, mengapa? Edifikasi bertujuan agar orang yang kita bantu dapat meniru perilaku dan orang yang kita bantu dapat sukses seperti orang tersebut, sehingga kita fokus kepada perilaku yang baik yang dapat ditiru.
You are what you think, ungkapan itu menjadi judul buku kategori psikologi. Di dalamnya berisi tentang pedoman bagi pembaca agar lebih menjaga pikiran menjadi positif, begitupun bertutur kata dan bersikap positif agar kehidupan kita semua menjadi semakin posistif. Otak kita adalah organ Yes Machine. Jika memberi asupan ke otak kita hal negatif, maka terisilah hal-hal negatif, ia akan berpikir negatif, bersikap negatif, dan memerintah perilaku negatif. Sebaliknya, jika kita memberi asupan otak kita dengan hal-hal positif, maka ia akan berpikir positif, mendorong sikap positif, dan memerintah untuk berperilaku positif dan otak kita senantiasa berada pada lingkungan yang positif.
Memantapkan Toleransi
Dalam upaya memantapkan kerukunan hidup beragama ini, hal yang cukup serius kita perhatikan yakni fungsi pemuka agama/tokoh agama/tokoh masyarakat, para pendidik termasuk seluruh aparatur sipil negara khususnya di Kementerian Agama. Diakui secara jujur bahwa masyarakat kita yang religius memandang bahwa pemuka agama/tokoh agama/tokoh masyarakat, para pendidik juga ASN Kemenag adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa yang diperbuat oleh mereka akan dipercaya dan diikuti secara taat dan loyal.
Kerukunan umat beragama dewasa ini sudah menunjukkan adanya titik-titik harmonisasi antara mereka. Sehingga diperlukan adanya pembinaan lebih lanjut dan diarahkan pada pendekatan humanis kultural. Oleh karena itu peranan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, para penyuluh agama, penghulu maupun para pendidik sangat strategis dalam membina umat beragama terutama dalam peningkatan pengetahuan dan wawasan keagamaan masyarakat.
Konflik horizontal baik antar maupun inter umat beragama tidak hanya berakibat buruk pada perekonomian, tapi juga pada jatuhnya martabat pemerintah di mata masyarakat. Kesehatan terganggu, lingkungan rusak, dan infrastruktur hancur. Belum lagi dampak psikologis yang harus ditanggung, seperti keputusasaan, dendam, kebencian dan trauma pasca konflik.
Melihat betapa kompleks faktor-faktornya dan betapa hebat dampak yang timbul, maka sepatutnya setiap elemen masyarakat mempersiapkan diri membangun generasi penerus yang berakhlak mulia, menghargai keberagaman dan toleran. Karena generasi penerus mempunyai peran strategis untuk mengurangi potensi kekerasan dan konflik umat beragama di masa mendatang.
Sebagai anggota masyarakat, kita juga punya kewajiban menunjukkan perilaku yang patut diteladani dalam berinteraksi. Jangan pernah lupa menyampaikan pesan moral yang berisi muatan-muatan kasih sayang terhadap sesama. Kegiatan ritual maupun sosial keagamaan juga harus mempertimbangkan ketentraman dan kenyamanan pemeluk agama lain.
Kita harus buang jauh-jauh egoisme pribadi, kelompok dan agama demi menuju kerukunan hidup umat beragama. Sehingga ke depan, tidak akan ada lagi dendam, kebencian, keberpihakan, teror, intimidasi dan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Sekarang yang perlu kita pikirkan dan gerakan adalah bagaimana membangun kerja sama atas nama kebersamaan. Satu Indonesia untuk Semua.
Penutup
Dalam kebersamaan hidup di dunia tentu memiliki nilai, hidup sendiri adalah sebuah nilai yang sangat tinggi. Bukan sekadar hidup saya, melainkan hidup orang lain atau sesama, siapapun dia dan dari latar belakang keyakinan apapun ia berasal. Karena hidup hanya satu kali, maka kebermanfaatannya dengan menebarkan kasih sayang kepada sesama.
Langkah praktis edifikasi untuk toleransi yang dapat dilakukan adalah memberikan contoh toleransi dalam kehidupan sehari-hari, menjadi pendengar yang baik dan terbuka, menghindari kata-kata yang merendahkan, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, dan memberikan apresiasi kepada orang yang berbeda.