Artikel
NGOBONG SAAT CORONA

NGOBONG SAAT CORONA

Oleh Siti Mahmudah
Guru pada MTs Negeri 5 Tangerang

Pandemi Covid-19 yang mulai masuk ke Indonesia awal Maret atau akhir Februari 2020 membuat aktivitas masyarakat berbeda dari biasanya. Tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Pembelajaran yang biasanya dilakukan di sekolah formal di dalam kelas dengan tatap muka antara peserta didik dengan pendidik atau guru, berubah menjadi tanpa tatap muka yang sering disebut dengan online, daring (dalam jaringan) atau PJJ  (Pembelajaran Jarak Jauh). Dalam literatur Barat dikenal dengan distance learning, artinya proses pembelajaran antara pengajar dengan peserta didik dilaksanakan secara online. Bisa juga dimaknai kegiatan pembelajaran yang secara fisik memiliki jarak antara guru dengan peserta didik. Karena terdapat jarak, maka diperlukan teknologi atau media untuk mengantarkan pesan belajar dari guru kepada peserta didik, atau sebaliknya.

Pembelajaran online, daring, atau PJJ ini juga dilanjutkan pada awal tahun ajaran 2020-2021 karena masih tingginya angka kenaikan Covid-19.  Praktis hingga saat ini (Oktober 2020) PJJ telah berjalan sekitar tujuh bulan. Bentuknya bisa belajar melalui internet, WhatsApp, google classroom, google form, Zoom meeting, Google meeting, portal akademis, E-Learning, microsoft Team, dan sebagainya.

Dalam realitasnya penyelenggaraan pembelajaran daring mulai menuai masalah di sejumlah tempat. Protes kepada pemerintah dilayangkan masyarakat lewat media sosial. Antara lain masalah jaringan internet, ketersediaan HP android, kemampuan membeli kuota internet, kemampuan penguasaan IT, kapasitas HP dan memorinya, kekuatan sinyal di tempat tinggal peserta didik dan guru, banyaknya tugas yang diberikan guru dan kejenuhan peserta didik karena harus di rumah saja. Selain itu, guru mengalami kesulitan dalam memantau perkembangan riil siswa. Guru juga kesulitan untuk mengukur hasil belajar siswa, karena tugas anak didik terkadang dikerjakan oleh kakaknya, guru lesnya, atau orang tuanya.

Untuk kendala pembelian kuota internet sudah ada bantuan dari pemerintah yang bekerja sama dengan provider internet berupa pemberian kartu perdana dan kuota belajar. Bantuan ini diberikan pada awal bulan Oktober 2020 kepada seluruh peserta didik. Sedangkan pada semester lalu ada bantuan dari dana BOS bagi peserta didik  yang kurang mampu untuk membeli kuota. Sedangkan bagi anak-anak yang lambat dalam merespon PJJ karena alasan lain, sudah dilakukan home visit oleh wali kelas dan guru BP.

Selain permasalahan di atas ada juga permasalahan khusus yang ditemukan di daerah penulis, yakni  peserta didik tinggal di kobong alias ngobong. Kobong adalah sebutan untuk pesantren salafi sederhana.  Awalnya berupa ruang bilik yang terbuat dari bambu dan atap rumbia. Biasanya berbentuk panggung. Namun karena kemajuan zaman, bentuk kobong sudah berupa bangunan permanen terbuat dari tembok layaknya bangunan modern.

Lalu mengapa ada peserta didik yang tinggal di kobong? Ada berbagai alasan orang tua tentang hal ini. Diantaranya adalah karena orang tua ingin anaknya belajar mengaji dan  ilmu agama lainnya, menghindari pergaulan bebas anak yang tak tentu arah, menghindari anak dari bermain sepanjang hari karena tidak berangkat ke sekolah, dan menghindari anak terlalu banyak bermain game di HP.

Menurut penulis sesungguhnya alasan-alasan tersebut sangat bisa diterima. Tetapi masalahnya adalah ada logika yang tidak nyambung dalam memahami kebijakan pembelajaran daring yang ditetapkan oleh madrasah.  Orang tua memahami bahwa yang namanya belajar adalah berangkat ke madrasah atau ke suatu tempat yang pada umumnya dianggap sebagai tempat belajar, sehingga kalau anaknya tidak berangkat ke madrasah dan hanya berada di rumah, maka tidak disebut dengan belajar. Oleh karena itu agar anak-anaknya belajar, maka orang tua memerintahkan anaknya untuk pergi ke kobong, sebagai ganti dari belajar di madrasah.

Yang menjadi masalah adalah dengan tinggal di kobong, siswa tidak mengikuti pembelajaran yang dilakukan secara daring yang diadakan guru dan pihak sekolah karena anak-anak yang tinggal di kobong umumnya tidak membawa HP. Kondisi ini terjadi di hampir semua kelas dan level.

Menyikapi hal ini, pihak madrasah mencari jalan keluar agar pembelajaran daring bisa berjalan sukses. Pertama, guru melakukan pendataan tentang respon siswa dalam proses pembelajaran daring. Kedua, pihak madrasah melakukan survei kepada peserta didik dan orang tua melalui google form tentang pembelajaran daring dan permasalahan yang dihadapi. Ketiga,  melakukan home visit bagi peserta didik yang lambat dalam merespon pembelajaran.  Keempat, membuat kontrak belajar yang ditandatangani oleh peserta didik dan orang tua di atas materai.

Pada tanggal 1 sampai dengan 3 September 2020, telah dilakukan penandatangan kontrak belajar. Secara bergantian orang tua peserta didik datang ke sekolah untuk menandatangani kontrak belajar. Untuk menghindari kerumunan diatur jadwal penandatanganannya sebagai berikut.

Dalam kontrak belajar disebutkan bahwa orang tua wajib mengawasi putra putrinya dalam melaksanakan pembelajaran daring atau PJJ. Orang tua juga wajib memotivasi dan membimbing putra putrinya dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Jika terdapat peserta didik yang tidak mengerjakan tugas selama lebih dari tiga kali maka orang tua bersedia dipanggil oleh wali kelas dan guru BP.

Pada hari penandatanganan kontrak belajar, peserta didik yang lambat dalam merespon pembelajaran daring juga diwajibkan untuk berkonsultasi dengan guru BP didampingi oleh orang tuanya. Setelah proses pemanggilan ini, banyak diketahui bahwa ternyata siswa yang lambat atau bahkan tidak merespon PJJ karena mereka tidur di atas jam 12 malam bahkan saat menjelang subuh karena bermain game sampai larut malam. Anak-anak yang tinggal di kobong pun pada umumnya tidur di atas jam 12 karena pada umumnya waktunya banyak digunakan untuk mengobrol atau iseng-iseng hingga larut malam. Akibatnya saat pagi sampai siang hari mereka terserang kantuk.

Atas temuan-temuan di atas, madrasah memberikan pemahaman kepada orang bahwa berada di rumah selama masa pandemi bukan berarti libur sekolah dan tidak belajar. Walaupun anak-anak berada di rumah dan tidak ke madrasah, anak-anak tetap harus belajar melalui internet yang disebut dengan daring.  Bagi anak-anak yang mengaji di kobong, sebaiknya cukup di  pada malam hari dan tidak perlu sampai larut malam dan tidak perlu tidur di kobong karena kobongnya dekat dengan rumah. Dengan demikian, anak-anak bisa bangun pagi dengan normal atau tidak mengantuk, sehingga bisa mengikuti pembelajaran daring atau PJJ. Adapun bagi anak-anak yang memilih tidur di kobong karena rumahnya jauh, mereka harus dibekali HP dan harus bisa mengatur tidurnya agar tidak sampai larut malam, sehingga pagi harinya mereka bisa mengikuti pembelajaran daring.

Setelah pelaksanaan penandatanganan kontrak belajar, terjadi perbaikan pada peserta didik dalam merespon pembelajaran daring. Tugas-tugas yang diberikan guru dikerjakan oleh mereka dengan tepat waktu.  Orang tua juga lebih memperhatikan dan memotivasi pembelajaran putra-putrinya. Hal ini dapat diketahui dari  cepatnya peserta didik dalam mengerjakan tugas di googleclassroom maupun google form. Wali kelas juga tetap memanfaatkan grup whatsApp orang tua peserta didik untuk mengkomunikasikan proses PJJ dan hasilnya.

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan PJJ di tengah pandemi virus corona memang tidak dapat dipungkiri banyak mengalami masalah, baik terkait dengan persepsi masyarakat terhadap kebijakan pembelajaran daring, perilaku anak yang belum mampu memanaj waktunya, maupun persoalan-persoalan teknis yang terkait dengan teknologi. Tetapi Ketika itu itu dikomunikasikan, dikoordinasikan, dan didiskusikan secara baik oleh madrasah dengan orang tua peserta didik, maka masalah-masalah tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Dengan demikian, di tengah-tengah pandemi corona ini pembelajaran bisa tetap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan kemajuan teknologi yang ada, khususnya teknologi informasi.