Artikel
Matematika : Mabuk Di Kala SFH

Matematika : Mabuk Di Kala SFH

Oleh : Irvan Fauzi, S.Pd.Si., MM.
Guru pada MTs Negeri 2 Pandeglang

Pandemi covid-19 menuntut seluruh elemen masyarakat untuk berbudaya hidup ala New Normal, termasuk di dalamnya warga masyarakat madrasah mulai dari kepala madrasah, guru, staff TU, siswa dan wali siswa. Latar belakang siswa yang heterogen dan kemampuan siswa menyerap materi terutama matematika masih menjadi pertanyaan besar. Belajar dari rumah atau yang disebut dengan study from house (SFH) membutuhkan tambahan seperti handphone  yang notabene tidak setiap siswa memilikinya. Matematika yang masih dianggap sebagai momok bagi siswa menjadi hal yang semakin mengerikan, terlebih disampaikan secara online. Bagi sebagian siswa yang terfasilitasi mungkin bukan sebuah problematika, namun bagaimana dengan sebagian siswa lainnya?. Sejak diberlakukannya pembelajaran online pada bulan april lalu, kebiasaan baru dalam pembelajaran mau tidak mau harus dilakukan. Begitu banyak aplikasi ataupun media sosial yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran seperti Youtube, WhatsApp, Google Forms, Google Classroom, Quizizz, Kahoot, Google Meet, Zoom dan lain sebagainya. Tujuannya tentu untuk mempermudah proses belajar mengajar itu sendiri.

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang membutuhkan penalaran dan penjelasan yang sistematis pun terlibat di dalamnya. Karena tidak cukup dengan dibaca saja, belajar matematika harus diikuti dengan menalar, mencoba dan mencoba. Untuk menjelaskan sebuah materi matematika, seorang guru harus mampu mengkombinasikan beberapa aplikasi untuk dapat memberikan dan mengetahui pemahaman siswa. Sebagai ilustrasi, guru membuat video pembelajaran untuk menjelaskan materi dan mempublikasikannya ke siswa melalui Youtube, dilanjutkan dengan Google Classroom untuk berdiskusi, kemudian menggunakan Quizizz maupun kahoot untuk melakukan uji konseptual, penggunaan Google Form untuk uji kompetensi dan kembali lagi ke Google Classroom untuk refleksi.

Mengkombinasikan beberapa aplikasi menjadi paket ideal dalam pembelajaran tentu bukanlah hal yang mudah. Sekian perangkat aplikasi yang akan digunakan pengoperasiannya harus dipahami oleh guru, selanjutkan menjelaskan kepada siswa. Disisi lain, siswa juga membutuhkan waktu untuk memahami dan melalui tahapan-tahapan mengoperasikan beberapa aplikasi tersebut. Belum lagi dengan konten yang ada pada materi pelajaran yang membutuhkan waktu untuk memahami.

Berawal dari beberapa hal tersebut, muncul beberapa kendala yang perlu diperhatikan. Pertama, tidak seluruh siswa mampu mengoperasikan sekalipun sudah dibantu oleh orang tua. Kemampuan siswa dan orang tua atas yang masih terbatas menjadi kendala tersendiri sehingga mau tidak mau guru harus membuka “jasa konsultasi”. Kedua, orang tua siswa yang mata pencaharian dan kompetensinya berbeda-beda mengakibatkan tidak semuanya mampu mendampingi anaknya dalam melaksanakan pembelajaran dari rumah. Secara psikologis, hal tersebut secara tidak langsung menyebabkan siswa frustasi dan dampaknya siswa enggan untuk belajar dan mengabaikannya. Ketiga, tingkat pemahaman siswa yang berbeda-beda akan materi pelajaran yang merupakan hal terpenting dalam pembelajaran, belum lagi ditambah kuota yang mereka miliki terbatas. Keempat, tidak semua siswa memiliki gawai atau handphone  sehingga mereka kebingungan dan tidak tau bagaimana solusi mereka mengikuti pembelajaran online ini mengingat kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan. Kelima, sinyal dan jaringan internet di daerah tempat tinggal siswa tidak selalu stabil, bahkan untuk mendapatkan sinyal para siswa terkadang harus mengungsi ke tempat-tempat tertentu. Beberapa kondisi tersebut di atas perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti mengingat belum tau kapan situasi pandemi ini akan berakhir. Belum lagi, siswa juga dimabukkan dengan materi-materi yang harus mereka kuasai secara mandiri dan soal-soal yang harus dipecahkan tanpa kawalan. Jika dibiarkan, tentu akan menghambat mereka yang ingin merasakan nikmatnya belajar karena kendala yang sifatnya teknis belaka.

Melihat situasi di lapangan yang seperti itu, mungkin perlu kita tengok kembali apa sebenarnya prinsip-prinsip dari SFH itu sendiri. Dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) disebutkan bahwa aktivitas dan tugas pembelajaran belajar dari rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah.

Berangkat dari regulasi tersebut, fleksibilitas sangat ditekankan dalam melaksanakan pembelajaran belajar dari rumah. Pembelajaran harus disesuaikan dengan keadaan di lapangan, karena tujuannya adalah memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa tanpa harus terbebani dengan menuntaskan seluruh capaian kurikulum. Seluruh elemen masyarakat harus bersatu padu bekerjasama menciptakan pembelajaran dari rumah yang menyenangkan tanpa menyita waktu siswa untuk beristirahat dan bercengkerama dengan keluarga. 

Matematika harus tampil lebih menarik dan menyenangkan bagi para siswa. Perlu adanya inovasi-inovasi dalam pembelajaran supaya siswa tidak merasa takut dan bosan belajar matematika. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada saat ini, banyak sekali media-media yang digunakan untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang asik dan menyenangkan. Untuk itu, setidaknya ada beberapa alternatif solusi atas kendala-kendala yang ada, diantaranya adalah pertama, bantuan kuota gratis dari pemerintah bisa menjadi solusi bagi mereka yang memiliki gawai atau handphone  untuk mengikuti pembelajaran online dari rumah.

Mengingat latar belakang ekonomi orang tua siswa tergolong menengah ke bawah, bantuan kuota gratis sangat membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran dari rumah. Terlepas dari adanya pro dan kontra, bantuan kuota gratis dari pemerintah sangat ditunggu dan diharapkan oleh warga. Disamping itu, pemerintah juga pasti sudah mempertimbangkan secara matang-matang dalam menentukan operator yang akan diajak bekerjasama dalam memberikan paket data atau kuota gratis yang sekiranya sinyal dan jaringan internetnya stabil sehingga mendukung kelancaran siswa dalam melaksanakan pembalajaran dari rumah. Kedua, bagi para siswa yang tidak memiliki gawai atau handphone, pemerintah melalui pemerintah kota/kabupaten mencanangkan program home visit yang tentunya dalam pelaksanaannya harus memperhatikan protokol kesehatan, terutama 3M, yaitu mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker.

Program home visit ini sekaligus dapat dijadikan sebagai bagian dari cara menjalin komunikasi yang baik antara pihak madrasah dengan siswa dan orang tua siswa. Program home visit juga dapat didukung dengan adanya modul pembelajaran yang dimiliki oleh madrasah dan didistribusikan kepada para siswa yang tidak memiliki gawai atau handphone  tersebut. Dengan adanya modul pembelajaran, siswa dapat mempelajari dan memahami materi dan soal-soal latihan, serta dengan adanya modul pembelajaran guru dapat menjelaskan materi dan soal-soal tersebut ketika melaksanakan home visit tersebut.

Dari situasi pendemi ini banyak hal yang dapat dipelajari dan dipahami bahwa apapun kendala yang dihadapi, yakini disitu ada sebuah solusi. Setiap rumah bisa menjadi sekolah, segala sesuatu di lingkungan sekitar bisa menjadi “guru”. Mungkin inilah wajah dan bentuk implementasi dari pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Teknologi memang tidak bisa dielak lagi, namun bukan berarti memisahkan satu sisi ke lain sisi. Semua itu bermuara pada keselamatan dan kesehatan bersama karena itulah hak semua warga negara yang perlu dijaga. Sayangi dirimu, sayangi keluargamu, dan ingat pesan ibu.