Kendalikan Penyebaran Corona, Kemenag Terbitkan Panduan Bekerja dari Rumah
Jakarta (Kemenag) — Penyesuaian sistem kerja pegawai dilakukan oleh Kementerian Agama hingga 31 Maret mendatang. Hal ini ditandai dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Agama No 2 tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada Kementerian Agama.
“Hari ini, Menteri Agama Fachrul Razi menerbitkan Surat Edaran penyesuaian sistem kerja. Ini bagian upaya Kemenag dalam mencegah penyebaran Covid-19,” terang Juru Bicara Kementerian Agama Oman Fathurahman di Jakarta, Senin (16/03).
Menurut Oman, ada tiga hal pokok yang diatur dalam Surat Edaran tersebut, yaitu: pengaturan kehadiran di kantor, pengaturan bekerja dari rumah/tempat tinggal, serta penyelenggaran kegiatan dan perjalanan dinas.
Terkait hal pertama, Kemenag akan menerapkan sistem bekerja dari rumah. Namun, ada sejumlah pegawai yang harus tetap berkantor. Mereka adalah Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pratama, Administrator, Rektor, Wakil Rektor, Ketua, Wakil Ketua, Dekan/Pejabat Setingkat Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN), Kepala Madrasah Negeri, Kepala TU Madrasah, dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
“Mereka tetap masuk kantor dan melaksanakan tugas sebagaimana biasa, kecuali terdapat indikasi mengalami masalah kesehatan atau hal lainnya yang dapat dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan daerah setempat,” terang Oman.
Menag juga memberikan kewenangan kepada pimpinan Unit Eselon I Pusat, Kanwil Kemenag Provinsi, Kankemenag Kab/Kota, PTKN dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk mengatur pelaksanaan kehadiran, baik secara keseluruhan maupun secara bergantian, bagi pejabat fungsional, pengawas, dan pelaksana pada unit/satuan kerjanya. Aturan tersebut disusun dengan mempertimbangkan, antara lain: peta sebaran COVID-19 yang dikeluarkan Pemerintah Pusat/Daerah, jenis pekerjaan yang dilakukan, usia, jarak domisili ke kantor, moda transportasi yang digunakan, waktu tempuh, serta kondisi kesehatan.
“Pertimbangan lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung bekerja dari rumah/tempat tinggal, riwayat perjalanan dari luar negeri dalam 14 (empat belas) hari terakhir, keberlangsungan pelaksanaan tugas dan pelayanan, serta apakah ada atau tidak ada anggota serumah/tempat tinggal suspect/probable/confirmed COVID-19,” ujar Oman.
Kedua, pengaturan bekerja dari rumah/tempat tinggal. Meski dari rumah/tempat tinggal, pegawai tetap bekerja. Maksudnya, melaksanakan tugas kedinasan, menyelesaikan output, koordinasi, rapat, dan tugas lainnya dengan memanfaatkan sarana media elektronik, sesuai dengan jam kerja. Mereka bekerja berdasarkan surat tugas yang ditetapkan pimpinan unit/satuan kerjanya.
“Pegawai harus tetap berada di rumah/tempat tinggal selama jam kerja dan harus dalam keadaan dapat dihubungi. Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk memenuhi kebutuhan terkait kesehatan dan pangan, maka pegawai yang bersangkutan agar melapor kepada atasan langsung,” jelas Oman.
“Pelaksanaan bekerja dari rumah/tempat tinggal ini dilaporkan secara berkala oleh pimpinan unit kepada atasannya setiap hari Senin,” sambungnya.
Hal ketiga yang diatur dalam edaran ini terkait penyelenggaran kegiatan dan perjalanan dinas. Oman mengatakan bahwa Menag meminta agar seluruh penyelenggaraan tatap muka yang menghadirkan banyak peserta, baik pada tingkat pusat maupun daerah, ditunda atau dibatalkan. Penyelenggaraan rapat-rapat dilaksanakan sangat selektif, sesuai tingkat prioritas dan urgensi yang harus diselesaikan, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan telekomunikasi.
Apabila berdasarkan urgensi yang sangat tinggi harus diselenggarakan rapat/kegiatan di kantor, maka harus memperhatikan jarak aman antar peserta rapat (social distancing). “Perjalanan dinas dalam negeri agar dilakukan secara selektif dan sesuai tingkat prioritas dan urgensi yang harus dilaksanakan. Seluruh perjalanan dinas ke luar negeri agar ditunda pelaksanaanya,” tegasnya.
“Presensi pegawai yang bekerja di kantor dilakukan secara manual. Mereka yang bekerja dan sakit dan/atau memiliki riwayat interaksi dengan pasien COVID-19, harus melapor. Kita semua harus mengedepankan tindakan pencegahan, penanganan, dan pengendalian penyebaran COVID-19,” pungkasnya.