HOTS ERA 5.0

Oleh: Anggie Komaraningsih
Guru pada pada MAN 7 Jakarta

Lihatlah lingkungan sekitar kita, apabila kita menjumpai kawan-kawan kita tertawa dengan smartphone, penggunaan teknologi robotik semakin menyita ruang kerja manusia, rekayasa intelektual telah mengganti tenaga pendidik yang profesional, di situlah kita telah sampai pada gerbang raksasa bernama Revolusi Industri 4.0.

Kita dihadapkan pada suatu perubahan yang cepat akibat bergulirnya era Revolusi Industri 4.0. Kemajuan teknologi ini memungkinkan otomatisasi hampir di semua bidang. Kemunculan revolusi industri 4.0 yang tidak terlepas dari teknologi robotisasi, kecerdasan artifisial dan internet of think yang sebagian telah menggantikan peran manusia membuat resah sebagian masyarakat.

Sebagaimana kita tahu revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Generasi kedua, melalui penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Generasi ketiga, ditandai dengan penggunaan teknologi otomatisasi dalam kegiatan industri. Pada revolusi industri keempat, menjadi lompatan besar bagi sektor industri, dimana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya.

Belum usai hiruk-pikuk akibat Revolusi Industri 4.0, tiba-tiba kita dikejutkan dengan munculnya Society 5.0. Konsep ini muncul dalam “Basic Policy on Economic and Fiscal Management and Reform 2016” yang merupakan bagian inti dari rencana strategis yang diadopsi Kabinet Jepang, Januari 2016. Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi Industri 4.0.

Walaupun Indonesia belum menerapkan Society 5.0, tapi tetap saja sebuah negara harus mempersiapkan masyarakatnya untuk bisa beradaptasi dengan peradaban yang baru. Dimana zaman sekarang IPTEK sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, bahkan dari IPTEK tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat.

Saat ini tantangan dunia pendidikan semakin kompleks, menuntut persiapan dan pemikiran yang sangat serius. Dalam laporan The Future of Jobs Report, World Economic Forum 2018 dinyatakan bahwa kehidupan di era Society 5.0 menuntut seseorang untuk menguasai berbagai keterampilan SDM seperti complex problem solving, social skill, process skill, system skill dan cognitive abilities. Pencapaian keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan implementasi pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan perubahan.

Untuk menghadapi super smart society 5.0 dalam bidang pendidikan, dibutuhkan tiga kemampuan tertinggi yaitu kemampuan memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, dan kreativitas. Sehingga peserta didik tidak cukup dibekali timbunan ilmu pengetahuan, tapi juga cara berpikir. Cara berpikir yang harus dikenalkan bukanlah berpikir biasa-biasa saja, tapi berpikir secara kompleks, berjenjang, dan sistematis. Cara berpikir itulah yang disebut cara berpikir tingkat tinggi (HOTS: Higher Order Thinking Skills).

HOTS awalnya dikenal dari konsep Benjamin S. Bloom dkk. dalam buku berjudul Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals (1956) yang mengategorikan berbagai tingkat pemikiran bernama Taksonomi Bloom, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi. Konsep ini merupakan tujuan-tujuan pembelajaran yang terbagi ke dalam tiga ranah, yaitu Kognitif (keterampilan mental seputar pengetahuan), Afektif (sisi emosi seputar sikap dan perasaan), dan Psikomotorik (kemampuan fisik seperti keterampilan).

HOTS sendiri merupakan bagian dari ranah kognitif yang ada dalam Taksonomi Bloom dan bertujuan untuk mengasah keterampilan mental seputar pengetahuan. Ranah kognitif versi Bloom ini kemudian direvisi oleh Lorin Anderson, David Karthwohl, dkk. pada 2001. Ranah kognitif dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).

Pola belajar HOTS merupakan tujuan dari proses pembelajaran saat ini. pola tersebut akan membawa dampak yang luar biasa pada generasi masa depan. kemampuan berfikir tingkat tinggi mulai dilakukan pada jenjang TK/RA, SD/MI hingga perguruan tinggi, pelaksanaannya mengajak peserta didik untuk menerapkan 3 C yakni Critical Thinking, Creatif Thinking dan Colaboratif Thinking.

Critical Thinking, mengajak peserta didik untuk berfikir kritis dalam menghadapi proses pembelajaran, kritis disini merupakan cara berfikir dengan menggunakan logika, sehingga akan berpengaruh terhadap kecerdasan dalam menganalisa masalah, mengevaluasi dan menyelesaikan masalah.

Creatif Thinking, merupakan konsep belajar yang kreatif untuk peserta didik sehingga mampu meng eksplorasi ranah berfikir terkait tentang hal-hal baru dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. berfikir kreatif bagi siswa akan dapat memunculkan ide-ide baru sesuai dengan tingkat usia peserta didik.

Colaboratif Thinking, bekerjasama dengan orang lain merupakan kodrat bagi manusia, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. demikian pula pada kegiatan pembelajaran, harus menerapkan konsep colaboratif thinking. Memadukan kerangka berfikir diri sendiri dengan teman sejawat untuk memperoleh solusi dalam menghadapi permasalahan.

Kemampuan HOTS dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Yakni, dengan memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis  aktivitas.   Para   guru   boleh   memilih   aneka   model   pembelajaran,   seperti discovery learning, project based learning, problem based learning, dan inquiry learning. Kesemua model itu mengajari dan mengembangkan nalar kritis peserta didik. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengenalkan pembelajaran tidak hanya pada penguasaan materi tetapi juga dikaitkan dengan pemanfaatan untuk kemajuan masyarakat Society 5.0 .

Penerapan HOTS juga dapat dilakukan dengan mengenalkan dunia nyata kepada peserta didik terhadap permasalahan yang ada. Seperti masalah lingkungan, kesehatan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengenalan dunia nyata tidak hanya sebatas lingkungan sekitar. Tapi juga lingkungan universal yang bisa dijelajahi menggunakan fasilitas halaman daring. Ini akan meningkatkan kualitas diri peserta didik  yakni   terbukanya   wawasan   global   sebagai   bagian   dari   masyarakat   dunia. Penggunaan alat komunikasi digital dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran. Pencarian bahan ajar sebagai materi diskusi atau pemanfaatan berbagai video pembelajaran yang tersedia gratis di berbagai situs-situs pendidikan. Yang terpenting adalah bijak menggunakan teknologi sehingga memberi makna positif bagi aktivitas pembelajaran.

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sangat penting guru menguasai HOTS dengan menyelenggarakan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan melalui Peningkatan  Kompetensi  Pembelajaran  seperti  lesson  study,  pemberdayaan   MGMP, collabotarive coaching, tutor bersama guru yang memiliki kemampuan lebih, berdayakan tim pengembangan sistem penilaian dan penerapan budaya sharing of knowledge berkala serta perkuat mekanisme regulasi program. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan tersedianya sarana prasarana yang memadai berupa smart building berbasis IT seperti ruang kelas, perpustakaan dan laboratorium serta sumber belajar yang futuristic.

Jadi, bapak/ibu guru, kita harus bersiap menyongsong era Society 5.0 ini dengan menggunakan pembelajaran Higher Order Thinking Skill atau HOTS.  HOTS merupakan cara berpikir tingkat tinggi yang menuntut kita untuk mampu berpikir secara sistematis, terstruktur, kompleks, dan kritis terhadap suatu hal. Cara berpikir seperti inilah yang perlu diperkenalkan kepada para peserta didik guna untuk beradaptasi terhadap tuntutan di masa depan. Selain itu, kemampuan berpikir yang baik dan kompleks tentu akan membantu peserta didik untuk mampu menganalisa setiap persoalan dan mencari solusi dari permasalahan yang ada.

Akhir kata, dunia pendidikan kita harus mampu memberikan bekal bagi peserta didik untuk selalu siap menghadapi tantangan zaman. Kita harus bergerak cepat untuk bisa beradaptasi di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 saat ini.