Artikel
Dobrak Zona Nyaman

Dobrak Zona Nyaman

Oleh: Ika Berdiati
Widyaiswara BDK Jakarta

“Bun, aku bingung nih” keluh bu Astri via WA-ku. Bu Astri adalah guru madrasah swasta yang aku  kenal melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh Balai Diklat Keagamaan Jakarta, lembaga yang salah satu fungsinya adalah melaksanakan pelatihan guru-guru madrasah. Aku sebagai widyaiswara yang ditugaskan untuk melatih model-model pembelajaran bagi guru. Tentu saja yang aku melatihkan 30 orang guru baik PNS maupun non PNS. Salah satunya adalah Bu Astri.

Kujawab pertanyaan Bu Sastri juga via WA, “Bingung kenapa ya Bu?” Ada yang bisa kita diskusikan?” tambahku. Ku biasakan menjawab whatapp pesertaku sebagai bentuk pelayanan, walaupun pelatihannya sudah berakhir.

“Alhamdulillah Bunda mau merespon WA saya”, balasan bu Astri diikuti emoji bahagia. Beliau lanjut WA lagi, “Sebenarnya saya senang sekali mengikuti pembelajaran dengan menerapkan beragam model pembelajaran yang menyenangkan, yang membuat siswa belajar. Saya ingat sekali pesan dari Bunda bahwa kita sebagai guru sebaiknya melakukan pembelajaran bukan mengajar”.

“Kebetulan saya ditugaskan menjadi wakil kepala Madrasah Bun, dan tentu saja harus mendesiminasikan hasil pelatihan pada 27 orang guru di madrasah saya. Apa yang Bunda sampaikan pada pelatihan saya deseminasikan kepada guru-guru dengan segala keterbatasan saya sebagai narasumber”, lanjut WA Bu Astri

“Kesulitan saya adalah mengubah pola mengajar guru yang sudah di zona nyaman dengan metode yang konvesional, Misalnya metode ceramah.  Sulit sekali memberi masukan pada guru agar menggunakan metode yang bisa  membelajarkan siswa. Jika hanya saya yang menerapkan metode yang variatif dengan mengimplementasikan hasil pelatihan, tentu saja berat Bun”, keluh Bu Astri. “Bagaimana ya supaya guru-guru di madrasah saya mengubah cara membelajarkan siswa di kelas agar siswa nyaman belajar. Kepala madrasah saya sangat mendukung segala bentuk perubahan menuju kebaikan, Bun. Mohon solusinya”.

Aku menarik nafas panjang membaca whatapp bu Astri. Sebenarnya masih banyak guru-guru di negeri ini yang masih belum melakukan implementasi pembelajaran yang dikehendaki oleh Sistem Pendidikan Nasional. Mereka belum mampu berliterasi pada regulasi secara maksimal. Sebagai seorang guru layaknya minimal mempelajari Standar Kompetensi Lulusan, Standai isi, Standar Proses dan Standar Penilaian sebagai rambu-rambu mereka mengelola kelas. Demikian juga sebagai penyelenggaran satuan pendidikan terutama di madrasah masih ada yang belum paham tentang bagaimana mengimplementasi kurikulum dengan benar. PR buatku sebagai widyaiswara.

“Bu Astri, memang tidak mudah mengubah perilaku guru. Tidak semudah membalikkan tangan. Perlu upaya dan effort yang tinggi. Perlu komitmen yang tinggi juga dari kepala madrasah dan semua guru. Perlu penyatuan persepsi dari semua pihak”, jawabku membalas WA nya. “Bagaimana jika di madrasah ibu diadakan kegiatan semacam Workshop, Bimtek atau Pendampingan yang tujuannya selain untuk menyamakan persepsi guru, juga untuk memotivasi guru-guru untuk mengubah pola laku dan pola pikir agar bisa melaksanakan pembelajaran sesuai dengan regulasinya, sekaligus agar guru-guru melek informasi tentang bagaimana mengimplementasikan Kurikulum Merdeka”, tawarku untuk masalah Bu Astri.

“Baiklah Bun, akan kami diskusikan dengan kepala madrasah dan Yayasan kami. Terima kasih sarannya ya Bun”. Bu Astri menutup percakapan WA hari itu.

Berselang dua minggu Bu Astri mengirim chat di WA menanyakan kapan waktu aku dapat ke madrasahnya untuk mengisi workshop tentang penerapan model pembelajaran dan ada pesan yang terungkap bahwa kalau bisa aku juga memotivasi agar guru mau mengelola pembelajaran dengan baik dan mengubah metode yang konvesional agar siswa nyama belajar. Aku selalu mensyukuri jika ada guru berhasrat belajar dan pasti tak dapat kutolak hasrat itu.

Kudatangi madrasah dimana Bu Astri berdinas berdasarkan surat undangan dengan waktu yang sudah disepakati. Ku jangkau madrasah itu dengan berdesakan di kereta dan lanjut ojek motor online, karena madrasah berlokasi di gang dan tak bisa masuk mobil. Tak apalah, yang penting ku bersemangat untuk menularkan semangat juga pada mereka.

Kumulai pembelajaran dengan kegiatan awal yang menyenangkan sebagai simulasi bahwa pembelajaran harus gembira dan menarik seperti yang dijelaskan pada regulasi standar proses dengan kegiatan tes konsentrasi cerita harimau kancil. Melihat mereka tertawa renyah membuat aku bahagia karena sejatinya begitulah pembelajaran real di kelas dengan membuat starting point yang menyenangkan sehingga siswa nyaman belajar. 

Kutebarkan motivasi bahwa guru selayaknya menjadi pejuang di garis depan untuk membentuk insan-insan Indonesia bukan sekedar cerdas dalam pemahaman terhadap pengetahuan, tetapi cerdas secara afektif dan psikomotorik  seperti yang dicanangkan dalam fungsi dan tujuan  pendidikan nasional. Guru sebaiknya mampu menciptakan pembelajaran yang bermakna dan pada akhirnya dapat menumbuhkan motivasi pada pembelajar-pembelajar untuk  mau dan mampu menerapkan ilmu yang disajikan oleh gurunya. Apapun yang dirumuskan dan dikembangkan oleh pemerintah. Sebaik dan sebagus apapun, namun bila guru tidak mau membuka diri mengembangkan pembelajaran, maka  pembelajaran yang diamanatkan oleh kurikulum  belum mempunyai makna yang berarti.

Kesentuh hati dan pikiran guru guru dengan pendekatan agar mau mengubah cara mengelola kelas dengan belajar mengasikkan agar siswa mau belajar dengan motivasi yang tinggi. Seorang guru adalah seorang desainer, yang bertugas mendesain/merancang pembelajaran sehingga apa yang disajikan menjadi efektif dan terterima oleh pembelajar. Guru sebagai fasilitator dan motivator untuk membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga siswa menjadi manusia yang seutuhnya sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan  nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Guru sebaiknya jangan   terpaku pada karakter, gaya, sikap mengajar yang itu-itu saja. Mengubah paradigma mengajar menjadi penting di era kini. Guru sebaiknya menjadi inovator dan kreator untuk menciptakan  dan merancang pembelajaran. Guru sebaiknya mampu menyusun strategi, cara apa yang tepat, metode apa yang sesuai untuk menyajikan bahan pelajaran yang berorientasi pada ketercapaian kompetensi, sehingga pembelajar berhasil menyerap pembelajaran yang difasilitasi oleh guru.

Guru sebaiknya membuka diri dan pola pikir  pada fenomena yang berkembang.  Tidak pada zamannya lagi  guru “mencekoki” pembelajar dengan  segala macam pengetahuan, tanpa memikirkan apakah pembelajar mampu menerima apa yang disampaikan. Guru sebaiknya berpikir bagaimana membelajarkan pembelajarnya. Pembelajaran sebaiknya menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyomangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

Ups…. ternyata ketika mereka kupandangi wajah mereka, mulai tergugah dengan nilai-nilai yang ku insert dalam benak mereka. Nampaknya ku berhasil melakukan proses penyadaran. Kutanyakan pada mereka apakah mereka senang belajar?, apakah ada maknanya kita belajar? Mereka menjawab dengan dengan semangat menjawab, “Ada”. Ku lanjut

Selanjutnya aku menyimulasikan beberapa model pembelajaran, diantaranya think-pair-share (berpikir-berpasangan-berbagi),  cooperative script, window shoping, dan ABC games agar menambah tabungan cara membelajarkan siswa. Tentu saja diselangi dengan ice breaking yang menarik, sampai tak terasa waktu sudah menjelang sore, sebagai tanda bahwa aku harus mengakhiri kegiatan ini. Kutanyakan lagi, apakah guru-guru merasa senang belajar?, apakah guru-guru mau mengubah cara mengelola kelas? Apakah guru-guru mau berkomitmen untuk  menjadi pejuang pendidikan? Apakah guru mau menjadi agen perubahan yang dimulai diri sendiri?

Syukurku mereka terlihat mau berubah. Dimulai dengan membangun motivasi dan semangat berubah kita akan terus berjuang memajukan pendidikan di negeri ini dengan memproduksi anak bangsa agar menjadi hebat, kreatif, inovatif dan mampu menghadapi tantangan zaman.

Pesanku terakhir untuk guru-guru pada kegiatan itu,  hanya guru yang hebatlah yang mampu menghebatkan pembelajar-pembelajarnya. Hanya guru yang kreatiflah yang mampu mengkreatifkan pembelajar-pembelajarnya, hanya guru yang cerdaslah yang mampu mencerdaskan pembelajar-pembelajarnya. Hanya guru yang belajarlah yang mampu membelajarkan pembelajar-pembelajarnya, dan hanya guru yang mulialah yang mampu memuliakan pembelajar-pembelajarnya.

Jangan seperti falsafah “Apapun makanannya minumannya teh botoh Sostro”. Kurikulum sudah berubah pada kebaikan dan mengikuti tantangan zaman namun guru nya masih pada zona nyaman yang mengajar dengan jadul. Ayo dobrak zona nyaman dengan mengubah pola pembelajaran dengan mengembangkan model pembelajaran yang membelajarkan.

Kuteriakkan pada mereka, “Siap berubah?”

“Siaaaaap!….”

Hilang lelahku. Kupandang Bu Astri pun tersenyum lega.