Merawat Bahasa Ibu Sebuah Inspirasi di Hari Bahasa Ibu Internasional

Oleh: Linayeti, S.Pd.
Guru pada MTs Al-Falah Cilograng, Kab.Lebak-Banten

Sejak 17 November 1999, United Nations Educational Scientific and Cultural Organitazion (UNESCO) menetapkan bahwa 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Peringatan tersebut sebagai pengingat, bahwa bahasa ibu merupakan hal penting dalam kehidupan dan sebagai multibahasa untuk pembangunan Negara berkelanjutan.

Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai dan dipahami oleh seseorang saat dirinya pertama kali mengenal bahasa serta belajar bicara sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat. Artinya, bahasa yang dipahami dan diucapkan pertama kali oleh seseorang itulah yang menjadi bahasa ibu orang tersebut. Jadi jika seseorang sejak lahir menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasinya sehari-hari, maka yang termasuk bahasa ibu orang itu adalah bahasa Sunda.

Selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia pun kaya akan bahasa ibu (bahasa daerahnya). Menurut Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra mengatakan bahwa bahasa ibu yang ada di Indonesia ada 718 bahasa. Kemudian, bahasa ibu yang ada di Indonesia itu diatur dalam Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”.

Akan tetapapi, dari jumlah bahasa ibu yang ada di Indonesia itu terdeteksi terancam kepunahan di setiap tahunnya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Dadang Sunendar selaku Kepala Badan Bahasa Kemendikbud. Beliau mengatakan bahwa, berdasarkan hasil pemetaan Badan Bahasa, saat ini ada 11 bahasa daerah yang punah di Indonesia. Ke-11 bahasa daerah itu adalah Bahasa Tandia (Papua Barat), Bahasa Mawes (Papua), Bahasa Kajeli/Kayeli (Maluku), Bahasa Piru (Maluku),  Bahasa Moksela (Maluku), Bahasa Palumata (Maluku), Bahasa Ternateno (Maluku Utara), Bahasa Hukumina (Maluku), Bahasa Hoti (Maluku), Bahasa Serua (Maluku), dan Bahasa Nila (Maluku) (www.Kemendikbud.go.id).

Bahasa ibu di Indonesia akan terancam punah jika jarang digunakan oleh masyarakatnya. Hal tersebut terjadi karena beberapa penyebab. Salah satu diantaranya, karena banyak orang tua di Indonesia yang tidak mengajari anak mereka bahasa ibu. Akhirnya, anak memperoleh bahasa ibu dari lingkungan luar rumah. Sehingga bahasa ibu yang anak kuasai tidak sesuai dengan yang seharusnya (kasar) atau malah tak menenal dengan bahasa ibu.

Berikut ini akan dipaparkan kiat-kiat agar bahasa ibu tidak punah serta anak cucu tetap merawat bahasa ibu di kemudian hari.

Pertama, menggunakan bahasa ibu pada saat di rumah. Ibu adalah madrasah pertama seorang anak. Sehingga sebelum dari guru dan orang lain, seorang anak akan diajarkan bicara bahasa ibu. Dalam hal ini, orang tua harus bicara langsung menggunakan bahasa ibu. Dengan kata lain, jika di rumah orang tua harus menerapkan bahasa ibu pada keluarganya. Karena rumah adalah lingkungan pertama bagi seorang anak.

Kedua, menggunakan bahasa ibu di lingkungan sekitar. Selain di rumah, menggunakan bahasa ibu juga bisa dilakukan di lingkungan sekitar tempat tinggal dengan orang yang sesama pengguna bahasa ibu tersebut. Kita berharap, generasi muda tidak lagi malu dan ragu menggunakan bahasa ibu dalam percakapannya sehari-hari. Meski pun masih ada yang beranggapan bahwa menggunakan bahasa ibu itu kurang bergengsi.

Ketiga, pemerintah pusat dan daerah tetap mendukung dalam merawat bahasa ibu. Misalnya dalam semingga ada satu hari dimana masyarakat menggunakan pakaian khas daerah dan bahasa ibu di masing-masing daerah tersebut. Hal ini bisa dilaksanakan di kantor-kantor pemerintahan, di sekolah (madrasah), atau di tempat lainnya misal toko atau mall.

Keempat, badan kebahasaan bekerjasama dengan pihak universitas atau pihak-pihak pengembangan bahasa lainnya untuk terus menggiatkan program-program yang dapat melestraikan bahasa ibu. Seperti perlombaan-perlombaan yang berhubungan dengan bahasa ibu. Perlombaan tersebut untuk pelajar maupun masayarakat umum. Contoh-contoh perlombaan dengan menggunakan bahasa ibu adalah lomba ceramah, pidato, debat, menulis puisi, membaca puisi, menulis cerita fiksi, atau lomba lainnya.

Kelima, menerbitkan bacaan dengan menggunakan bahasa ibu. Majalah, koran atau buku fiksi dengan menggunakan bahasa ibu sebagai pengantarnya sangat berperan penting dalam merawat bahasa ibu. Apalagi jika majalah, koran, dan buku fiksi tersebut bisa menjadi konsumsi kalangan anak muda. Hal ini tentu saja bisa menjadi media edukasi bahasa ibu pada generasi muda.

Keenam, tetap memberlakukan mulok Bahasa daerah di sekolah (madrasah). Salah satu agar generasi muda tetap mengenal bahasa ibu adalah dengan tetap diadakan pembelajaran bahasa daerah di sekolah (madrasah). Dengan cara seperti ini, generasi muda yang di rumahnya tidak diajarkan bahasa ibu akan tetap tahu dan bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa ibu. Kemudian, penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran mulok memiliki banyak manfaat. Diantaranya, menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa nyaman pada peserta didik. Semangat dan respon cepat juga dirasakan oleh mapel lain dalam penjelasan materi yang disampaikan melalui bahasa ibu.

Selain paparan di atas, penulis akan sedikit berbagi pengalaman mengenai merawat bahasa ibu. Karena penulis lahir dan dibesarkan di Banten Kidul, bahasa ibu yang dikuasainya pun bahasa Sunda, dan penulis juga  merupakan alumnus Pendidikan Bahasa Sunda UPI. Maka, dalam berkontribusi merawat bahasa ibu, ya…lewat tugasnya sebagai guru Mulok Bahasa Sunda.

Meski ada sebagian yang menganggap guru mulok bahasa daerah itu tak bergengsi dan di beberapa madrasah lain tidak ada pelajaran Mulok Bahasa Sunda. Namun penulis tetap semangat untuk menebar dan berbagi ilmu bahasa Sunda pada peserta didik meski masih banyak kekurangannya.

Cara penulis merawat bahasa Sunda di kalangan peserta didik diantaranya berusaha menggunakan bahasa ibu di tiap pembelajaran di kelas, terus menebarkan virus menulis cerita fiksi berbahasa Sunda pada peserta didik, menerbitkan buku fiksi berbahasa sunda untuk kalangan peserta didik, dan terus mencoba mengikuti lomba menulis cerita pendek berbahasa Sunda. Baik yang diadakan di daerah Banten atau pun di Jawa Barat.Hal tersebut penulis lakukan sebenarnya untuk terus belajar dan belajar terus agar tidak lupa.

Kemudian untuk memeriahkan Hari Bahasa Ibu Internasional yang biasa diperingati tanggal 21 Februari, penulis mengadakan lomba pada peserta didik di madrasahnya.

Lomba tersebut adalah lomba membaca dongeng (mendongeng), menulis cerita pendek, dan bermain drama. Tentunya semua lomba itu menggunakan bahasa Sunda. Kegiatan ini akan dilaksanakan dari 21-25 Februari 2022. Dengan rincian, membaca dongeng dilaksanakan pada 21 Februari, menulis cerita pendek pada 23 Februari, dan untuk pentas drama dilaksanakan pada 25 Februari 2022. Selain nilai yang peserta didik dapatkan, mereka juga akan diberikan reward alakadarnya dari penulis sebagai guru muloknya.

Hal ini bertujuan agar mereka semangat dalam berlomba, agar mereka tetap percaya diri dalam menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu mereka, dan agar mereka mencintai dan tetap melestarikan bahasa ibu mereka.

Demikianlah kiat-kiat dalam hal merawat bahasa ibu agar tidak punah. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan merawatnya? Kalau bukan dari sekarang, mau kapan mulainya?

Utamakan Bahasa Indonesia,
Lestarikan Bahasa Daerah, dan
Kuasai Bahasa Asing.
Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional 2022.
Bahasa Daerah Terawat, Bahasa Indonesia Bermartabat.