Meniti Pendidikan Holistik pada Kurikulum Merdeka
Heni Setiana
Guru pada MAN 5 Tangerang
“Tujuan pembelajaran sebenarnya adalah menguasai hal-hal baru dan yang menjadi pusat perhatian adalah mencari strategi-strategi untuk belajar. Saat ada ketidaklancaran, itu bukan berhubungan denggan kecerdasan peserta didik. Ini hanya berarti strategi-strategi yang tepat belum ditemukan. Teruslah mencari.” Carol S. Dweck
Masa demi masa, kita telah melihat bahwa akan ada waktunya kurikulum pendidikan berubah. Perubahan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan pembelajaran kepada anak sesuai dengan zamannya. Menurut John Dewey, jika cara mengajar dan apa yang kita ajarkan kepada peserta didik-peserta didik kita hari ini sama saja dengan yang kemarin, maka kita merampas masa depan anak-anak didik tersebut. Ilmu pengetahuan dan kemampuan hidup terus berkembang. Jika fakta ini tidak kita pahami dan lalu ajarkan pada peserta didik kita, maka kita tidak mempersiapkan mereka dengan baik untuk menghadapi tantangan masa depan yang jelas berbeda dari masa sekarang. Sehingga perlu adanya perubahan kurikulum yang dapat memberikan jawaban kepada peserta didik dalam menjawab tantangan zamannya.
Kurikulum merdeka telah muncul untuk memenuhi jawaban atas perkembangan zaman yang terjadi. Pada dasarnya, perubahan sosial bersifat dinamis dan perlu persiapan dalam menyambut perubahan tersebut. Dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara ada tiga kerangka perubahan, yaitu kodrat keadaan, prinsip perubahan, dan budi pekerti. Dalam melakuukan perubahan perlu melihat kodrat keadaan yang terbagi menjadi kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam terkait dengan alam tempat masyarakat itu berada bisa dengan alam pertanian/pegunungan/perkotaan atau adanya ragam musim yang membentuk kebiasaan masyarakat. Sedangkat kodrat zaman yaitu adanya perbedaan zaman dari tahun ketahun setiap zaman memiliki tantangannya masing-masing. Saat ini, kita memasuki zaman revolusi 4.0 yaitu keadaan di mana teknologi menjadi keutamaan akses yang digunakan.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, dalam melakukan perubahan ada asa Trikon (Kontinuitas, Konvergensi, dan Konsentris). Setiap perubahan yang terjadi perlu berakar pada identitas dari sebuah masyarakat sehingga nilai-nilai esensi suatu daerah tetap ada sehingga kontinuitas berjalan sesuai hierarki. Konvergensi artinya harus memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Konsentris artinya pendidikan harus menghargai keragaman dan kemerdekaan. Ibarat petani memiliki banyak bibit, setiap bibir akan tumbuh sesuai asal bibit padi akan tumbuh padi dan dalam merawat padi berbeda dengan merawat bibit jagung. Semua sesuai dengan kodratnya, begitulah pendidik dalam konteks kehidupan sehari-hari. Perubahan kurikulum juga perlu mempertimbangkan budi pekerti (cipta, rasa, dan karsa). Menurut Ki Hadjar Dewantara, dalam pendidikan harus seimbang dengan olah cipta, olah rasa, dan olah karsa. Keseimbangan tersebut akan menjadi perpaduan yang sempurna dalam budi pekerti, di mana menghadirkan insan-insan penuh kebijaksanaan. Pendidikan perlu berorientasi pada peserta didik untuk bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bakat dan minat anak.
Kehadiran kurikulum merdeka merupakan bentuk kurikulum yang berusaha memfasilitasi peserta didik untuk belajar bermakna dan beragam sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kemampuan masing-masing. Kurikulum merdeka memiliki efektivitas seperti struktur kurikuluum yang lebih fleksibel, fokus materi yang esensial, memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk dapat mengembangkan praktik mengajar secara mandiri. Kurikulum merdeka fokus pada belajar secara holistik dan berdiferensiasi, tujuan pembelajaran ada pada capaian pembelajaran (CP) dan alur tujuan pembelajaran (ATP), periode pencapaian per fase, struktur kurikulum target Jam Pelajaran per tahun untuk intrakurikuler dan proyek penguatan profil pelajar Pancasila, pembelajaran berdiferensiasi sesuai tahap capaian peserta didik, kriteria kenaikan kelas ditentukan oleh sekolah dan guru sesuai kebutuhan.
Penilaian pada kurikulum merdeka menggunakan asesmen dan pembelajaran terintegrasi. Pendidik dapat mencari informasi terkait peserta didik yang akan diajar melalui wali kelas dan juga BK untuk mendapatkan latar belakang peserta didik yang heterogen tersebut. Pertemuan pertama dapat dilakukan asesmen awal, di mana hasilnya akan dijadikan pegangan pendidik dalam kegiatan belajar mengajar selanjutnya. Dengan mengetahui latar belakang peserta didik dan tingkat pengetahuanannya, pendidik dapat menyiapkan pembelajaran berdiferensiasi untuk dapat memenuhi capaian pembelajaran yang telah ditentukan. Pada kurikulum merdeka, penilaian akhir semester (asesmen sumatif) tidak lagi menjadi acuan pokok nilai peserta didik baik atau tidak karena ada asesmen formatif. Asesmen formatif ini dilakukan ketika pembelajaran berlangsung. Pendidik telah membuat format acuan asesmen agar dapat menilai perkembangan peserta didik secara bertahap dari waktu ke waktu selama pembelajaran. Diharapkan dengan asesmen ini, pendidik dapat melihat perkembangan peserta didik baik secara individu maupun kelompok dan mengevaluasi jika belum mencapai target.
Menurut Miller, dkk (2005) pendidikan holistik adalah pendidikan yang mengembangkan seluruh potensi peserta didik secara harmonis (terpadu dan seimbang), meliputi potensi intelektual (intellectual), emosional (emotional), phisik (physical), sosial (social), estetika (aesthetic), spiritual. Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis, dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk mengimplementasikan pendidikan holistik, karakteristik pendidik holistik antara lain (Rinke, dalam Miller, at.al., 2005) yaitu: pendidik holistik mengembangkan keragaman strategi pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, pendidik holistik membantu peserta didik untuk mengembangkan potensinya, pendidik holistik menyusun lingkungan pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik, dan pendidik holistik mengimplementasikan strategi penilaian yang beragam.
Keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sangat tergantung dari pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu keaktifan peserta didik dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk mengaktifkan peserta didik secara merata dapat diterapkan pemberian tugas pembelajaran secara individu maupun kelompok belajar (group learning) yang didukung adanya fasilitas/sumber belajar yang cukup. Selain itu, keadaan kelas yang heterogen baik latar belakang, ekonomi, daya tangkap, dan gaya belajar peserta didik yang berbeda-beda maka pendidik perlu menyiapkan pembelajaran yang berdiferensiasi untuk menampung keragaman tersebut. Pendidik juga perlu menyiapkan lingkungan belajar sedemikian rupa agar peserta didik dapat menghubungkan ilmu pengetahuan dengan lingkungan sekitar untuk mendapatkan pembelajaran yang bermakna.
Pendidik sebagai fasilitator yang profesional perlu paham isi materi yang diajarkan, memberikan intruksi yang jelas, menjadi salah satu sumber penguat materi ketika peserta didik tidak mendapatkan dari referensi yang telah disediakan, mampu mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, serta menggunakan asesmen yang beragam sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Tahapan pembelajaran bermakna memungkinkan peserta didik mengaitkan pengetahuan dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari akan membuat pembelajaran lebih menarik. Selain menarik, pembelajaran bermakna juga memungkinkan peserta didik mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan berkelanjutan. Sehingga peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Editor : Ika Berdiati