Artikel
Mendingan Jadi Juara Kelas atau Juara dalam Kehidupan?

Mendingan Jadi Juara Kelas atau Juara dalam Kehidupan?

Oleh : Asip Suryadi
Widyaiswara BDK Jakarta

Para orang tua yang terhormat, mana yang lebih baik, menjadi juara kelas atau juara kehidupan? Juara kelas adalah anak-anak yang jumlah nilai/skor rapotnya tertinggi di kelas. Anak-anak ini sering disebut anak pintar. Sedangkan juara kehidupan adalah orang-orang yang sukses menjalankan perannya dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Fakta menunjukkan bahwa anak-anak yang meraih juara kelas belum tentu menjadi juara dalam kehidupan. Mari kita ingat-ingat lagi teman-teman kita yang dulu juara kelas. Apakah semuanya sukses dalam kehidupan? Berdasarkan pengalaman penulis, tidak semua teman yang dulu juara kelas sukses dalam kehidupan. Bukti lainnya, sebut saja beberapa orang sukses di Indonesia seperti Bob Sadino, Aburizal Bakrie, Chairul Tanjung, Susi Pudjiastuti, dan banyak lagi orang sukses lainnya. Mereka tidak juara kelas ketika mereka sekolah. Di tingkat dunia, pelopor inovasi teknologi terbesar dunia yaitu Thomas Alpha Edison terusir dari sekolah di usia SD karena dianggap bodoh. Inovator besar teknologi zaman sekarang seperti Steve Jobs, Bill Gates, Mark Zuckerberg adalah orang-orang yang tidak lulus kuliah.

Juara kelas adalah orang-orang yang juara dalam bidang akademis, sedangkan kesuksesan dalam kehidupan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademis. Banyak faktor lain seperti kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, dedikasi, kedisiplinan, kegigihan, ketahanmalangan dan sejenisnya yang menjadi faktor sukses dalam kehidupan. Juara kelas biasanya diraih oleh anak-anak yang memiliki IQ (Intelligence quotient) tinggi, sedangkan tingkatan IQ bukan satu-satunya penentu kesuksesan dalam kehidupan. Daniel Goleman tahun 2015 mengungkapkan fakta bahwa IQ hanya menyumbang 20% saja terhadap kesuksesan seseorang. Sisanya (80%) ditentukan oleh kecerdasan lain. adalah faktor lain termasuk didalamnya kecerdasan

Kecerdasan bidang akademis tentu saja harus dikuasai namun kecerdasan tersebut harus dilengkapi dengan kecerdasan lainnya. Kecerdasan lain yang harus dikembangkan pada anak-anak diantaranya emosional (emotional quotient: IQ), kecerdasan sosia (social intelligence), kecerdasan spiritual (spiritual intelligence), dan ketahanmalangan (adversity quotient). Di negara lain, misalnya Jepang dan Australia, pendidikan usia dini dan Pendidikan dasar lebih cenderung mementingkan kecerdasan sosial dan emosional. Guru dan orang tua sangat khawatir kalau anak-anak tidak bisa mengantri daripada tidak memperoleh nilai bagus dalam matematika.

Teori lain yang dapat dipertimbangkan untuk memahami potensi anak-anak adalah teori mengenai kecerdasan jamak (multiple intelligence). Dilihat dari teori tersebut manusia memiliki 8 kecerdasan yaitu visual (ruang), verbal (bahasa), logika (matematika), kinestetik (gerak), musik, interpersonal (pergaulan), intrapersonal (olah diri), natural (alam). Selanjutnya Howard Gardner, pencetus teori tersebut menambahkan satu kecerdasan lagi yaitu kecerdasan eksistensial, yaitu kecerdasan memahami sesuatu secara filosofis. Gardener menjelaskan bahwa setiap orang memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol pada dirinya. Ada orang yang cerdasnya di bidang bahasa dan bidang gerak fisik, ada juga yang cerdas di bidang matematika dan alam dan sebagainya. Kaitannya dengan sukses dalam kehidupan, tentu saja setiap orang dapat berkarir pada kecerdasannya masing-masing.

Satu hal lagi yang perlu kita pahami terkait dengan kecerdasan anak-anak bahwa setiap anak memiliki kecepatan berbeda dalam perkembangan kecerdasannya. Pada umumnya anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki. Jangan heran kalau anak-anak perempuan tampil lebih dewasa dalam semua kecerdasan. Selain itu, perkembangan kecerdasan anak-anak sangat dinamis. Mereka dipengaruhi oleh lingkungannya.

Berdasarkan teori-teori tersebut ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Pertama, seyogyanya sekolah/madrasah dan orang tua tidak sekedar mendidik anak-anak cerdas di bidang akademis melainkan mendidik kecerdasan-kecerdasan lainnya. Menurut saya kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan sosial dan ketahanmalangan harus lebih utama dari kecerdasan akademis. Kedua guru dan orang tua tidak harus khawatir ketika anak/siswa tidak pandai dalam semua mata pelajaran. Mereka memiliki kecerdasan yang berbeda. Sekolah/madrasah dan orang tua harus mendorong mereka juara pada kecerdasan masing-masing. Ketiga guru dan orang tua jangan membanding-bandingkan kecerdasan anak-anak karena mereka memiliki kecepatan perkembangan kecerdasannya masing-masing. Ada yang perkembangannya cepat di awal, ada yang berkembang setelah dewasa. Keempat, sekolah/madrasah, guru, orang tua seyogyanya mendidik anak pada kecepatan dan karakter masing-masing. Kelima, orang tua jangan menyerahkan semua pendidikan kepada sekolah/madrasah karena kewajiban mendidik ada pada orang tua. Perkembangan kecerdasan anak-anak lebih distimulasi di rumah.

Kesimpulannya, mari kita mengubah pola pendidikan kita dari mendidik anak-anak untuk menjadi juara kelas ke mendidik untuk menjadi juara dalam kehidupan (dunia dan akhirat). Tidak apa-apa anak-anak kita tidak menjadi juara kelas. Orang tua juga tidak usah melihat rangking anak-anak. Kalau mau membandingkan, jangan bandingkan anak kita dengan anak lain, tapi bandingkan perkembangan dia tahun lalu dengan tahun sekarang. Kalau ada kemajuan, berarti dia juara. Makanya mulai penerapan Kurikulum 2013, sekolah/madrasah tidak harus menuliskan rangking di rapor. Sekolah/madrasah lebih baik memberikan penjelasan kemajuan siswa dibanding dengan sebelumnya kemudian memberikan rekomendasi untuk tahun berikutnya. Harus dipahami oleh guru dan orang tua bahwa raport bukan sekedar daftar nilai, melainkan catatan perkembangan anak-anak. Yang lebih penting lagi, guru dan orang tua menentukan strategi tindak lanjut untuk anaknya. Apa yang akan dilakukan oleh guru dan orang tua agar perkembangan anak-anak lebih baik lagi?

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Mendingan Jadi Juara Kelas atau Juara dalam Kehidupan?”, Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/asip02449/658cea9312d50f5d44645685/mendingan-jadi-juara-kelas-atau-juara-dalam-kehidupan

Kreator: Asip Suryadi