BERNALAR DAN PEMBUKTIAN, PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BENAR
Oleh: Ahmad Bashir,S.Pd,M.Pd
Guru pada MTs Al Hidayah Kota Tanggerang
Berpikir kritis ditengah-tengah peradaban manusia seharusnya menjadikannya sebagai panglima dalam sebuah keputusan, namun kita heran melihat fenomena masih ada sebagian orang yang masih percaya dengan mudahnya menyerahkan uang kepada orang pintar melalui iming-iming penggandaan uang yang tidak dapat dinalar secara akal sehat, puluhan juta uang dengan mudahnya mengalir dari orang-orang yang terpesona dengan jalan pintas tersebut, yang lebih mencengangkan orang-orang yang terpedaya penawaran tersebut tidak hanya dari dari kelompok orang awam atau yang tidak berpendidikan tetapi juga banyak lulusan sarjana bahkan di atasnya yang kepincut, lantas mengapa itu terjadi memang sangat kompleks penyebabnya namun salah satunya adalah pendidikan kita belum sepenuhnya menghasilkan lulusan yang menggunakan penalaran sebagai acuan dalam sebuah keputusan. Pernyataan berikut nya sudah kah pembelajaran matematika disekolah selama ini mampu membekali peserta didik untuk mengembangkan penalaran kritis dan diimplementasikan dengan benar, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, kritis dan inovatif, siswa mampu belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang ia miliki, hal ini dapat tercapai jika pembelajaran matematika tidak hanya ditekankan pada pemahaman konsep saja, tetapi juga penalaran dan pemecahan masalah, keberhasilan tujuan pembelajaran matematika seorang anak, hanya dapat diukur jika penilaian dilakukan dengan benar, pembelajaran yang berorientasi sekedar kemampuan menjawab pertanyaan akan menghilangkan penalaran siswa karena menistakan pentingnya pemaknaan sebuah proses. Penalaran dan pembuktian adalah dua hal yang berbeda penalaran merupakan cara memikirkan sesuatu secara logis dan masuk akal. Menurut NCTM (2000) seseorang yang bisa bernalar dan berpikir analitis biasanya bisa melihat pola, struktur, atau keteraturan. Tanpa penalaran seseorang tidak akan bisa mengapresiasi (keindahan) matematika. Penalaran merupakan cara untuk menjadikan matematika bermakna
Pembuktian berbeda dari penalaran. Pembuktian bersifat lebih formal dan biasanya bersifat deduktif karena pembuktian adalah sebuah argumen yang transparan, semua informasi yang digunakan dan semua penalaran untuk mendukung argumen tersebut digambarkan secara jelas dan terbuka untuk dikritisi (Hanna, 1955 dalam Stylianu et.al., 2009).
Bagaimana caranya membiasakan siswa melakukan penalaran salah satunya adalah dengan tidak meminta siswa menghafal rumus-rumus atau aturan-aturan matematika begitu saja mereka perlu diajak untuk senantiasa bertanya mengapa argumen itu benar apakah selalu benar darimana memperoleh gagasan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang sebaiknya diajukan oleh guru untuk membiasakan siswa dalam melakukan penalaran dan pembuktian matematis antara lain:
– Mengapa menganggap (argumen) ini benar ?
– Mengapa menganggap (argument) ini salah?
– Apakah (argument) ini selalu benar?
– Apakah (argument) ini selalu salah?
– Bagaimana bisa sampai pada kesimpulan tersebut?
Membiasakan siswa melakukan penalaran dan pembuktian matematis memungkinkan siswa yakin bahwa mereka bisa menggunakan penalaran nya sendiri. Hal ini berarti mereka tidak harus langsung percaya pada kebenaran suatu pernyataan suatu pernyataan tidak otomatis menjadi benar karena disampaikan oleh seseorang yang memiliki otoritas. Dengan bernalar siswa belajar untuk tidak menurut begitu saja pada otoritas (Hanna, 1995, dalam Stylianou, et.al., 2009).
Di kelas matematika yang membiasakan siswa untuk melakukan penalaran atau pembuktian, siswa tidak akan mengatakan “itu benar karena guru mengatakan itu benar .Selain yang dikatakan guru pasti salah.” Siswa justru akan bangga mengatakan saya menganggap itu benar dengan alasan …”
Dalam pembuktian pernyataan matematika juga dikenal beberapa cara diantaranya metode pembuktian langsung, tidak langsung, maupun metode induksi. Pembuktian tak langsung misalnya dimulai dengan mengandaikan jika sesuatu hasil benar. Pengandaian tersebut mengakibatkan (berimplikasi) pada kebenaran berikutnya yang juga harus selalu benar seluruhnya. Jika di tengah sebuah proses terjadi suatu satu saja kontradiksi, pengadaian diawal tadi sudah tidak benar dan tidak dapat diikuti
Pembuktian demikian menunjukkan bagaimana matematika mengajari untuk berpikir analitis, cermat dan tidak dapat menganggap remeh setiap langkah. Kita tidak dapat mengambil sebuah keputusan tanpa didasari kebenaran-kebenaran pada prosesnya. Tugas guru bagaimana mengantarkan prinsip pembuktian tidak langsung itu ke dalam dunia nyata anak didik
Siswa belajar secara bermakna dengan berpikir dan bekerja. Ada hal yang sangat penting untuk mendapatkan perubahan pola pikir siswa, yaitu siswa harus tahu 'untuk apa” dia belajar dan bagaimana dia menggunakan pengetahuan keterampilan itu. Melalui pembelajaran konstruktivistik, peserta didik belajar melalui mengalami bukan menghafal
Peserta didik dibiasakan menghadapi sesuatu yang rutin, kemudian menyelesaikannya dengan kebebasan berpikir yang merupakan ciri khas bagi makhluk hidup yang berakal. Sudah saatnya guru dengan tulus hasil kerja keras peserta didik yang mungkin berbeda dengan cara yang diajarkan sebelumnya.