Berhenti Berkhayal dan Mulai Lakukan
Oleh : Nur Intan Soraya, S.T, M.Pd
Guru pada MTs Negeri 2 Tangerang
IPA sebenarnya mata pelajaran yang paling asyik, menarik, dan tentu saja tidak sulit karena kita mempelajari peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mempermudah siswa dalam memahami konsep yang terkandung dalam materi IPA serta mempelajari suatu konsep yang abstrak menjadi lebih konkret atau nyata, diperlukan alat peraga. Karena alat peraga merupakan instrumen audio maupun visual yang dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan membangkitkan minat siswa sehingga lebih efektif dan efisien. Namun pada kenyataannya keberadaan alat peraga di madrasah masih sangat terbatas jumlahnya, dan tidak dalam kondisi baik. Dalam proses pembelajarannya, guru hanya menggunakan buku teks, artinya pemahaman konsep pada materi IPA sangat kurang. Hal ini menuntut para pendidik untuk kreatif, sehingga penulis mencoba menciptakan dan mengembangkan alat peraga agar siswa lebih tertarik dalam mempelajari IPA dan materi yang disampaikan dapat benar-benar dimengerti oleh siswa. Terutama materi yang abstrak seperti pelayangan. Hasil pengembangan alat peraga ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi pelayangan bunyi.
“Saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, saya lakukan saya paham”. Kalimat yang dinyatakan Confusius tersebut mengandung makna bahwa untuk memahami sesuatu maka kita harus melakukan, mencoba, mempraktekkan. Bukan berkhayal tapi harus melakukan. Dari sekian banyak media pembelajaran yang membuat siswa tertarik adalah penggunaan alat peraga. Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien (Sudjana, 2009). Jadi alat peraga bisa diartikan sebagai seperangkat benda kongkret yang di desain, yang dapat diserap oleh indera, yang digunakan secara langsung untuk menemukan suatu konsep dan membantu proses pembelajaran agar lebih efektif dan efisien serta memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal. Sementara alat peraga memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya dapat menjelaskan konsep, melatih siswa dalam keterampilan, melatih siswa dalam pemecahan masalah yang membantu proses pembelajaran lebih efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal. Alat peraga ini juga harus memenuhi kriteria yang terdiri dari functionality (dapat memperjelas pemahaman), reliability (hasil pengukuran yang konsisten), usability (mudah digunakan), efficiency (penggunaan alat yang tepat), maintability (mudah dirawat dan tahan lama), portability (mudah dipindahkan).
Menurut Bloom, salah satu dari ranah kognitif yaitu pemahaman. Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat menjelaskan dengan kata-katanya sendiri. Sedangkan pemahaman konsep IPA adalah proses kemampuan siswa untuk dapat memahami suatu konsep atau fakta dan menjawabnya dengan menggunakan kalimat sendiri tanpa mengubah arti dari konsep yang dimaksudkan, melalui pengamatan dan percobaan, yang nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Nah bagaimana kita bisa memahami materi IPA yang bersifat abstrak? Salah satu materinya adalah pelayangan. Bukan mainan layangan yang dimainkan anak-anak ya! Sebenarnya untuk apa sih kita mempelajari pelayangan? Adakah manfaatnya? Kita harus yakin bahwa setiap suatu hal pasti memiliki manfaat. Pelayangan merupakan bagian dari materi Gelombang Bunyi. Pernahkah kalian membayangkan jika dunia ini sepi tanpa bunyi? Tidak ada bunyi sama sekali di sekitar kita? Kalian tidak akan mendengarkan suara-suara indah dari berbagai macam sumber bunyi. Bunyi merupakan salah satu fenomena IPA yang selalu kita alami sehari-hari. Contoh bunyi yang sering kita nikmati adalah musik. Musik bisa memberikan inspirasi saat kita sedang belajar, bekerja atau beraktifitas. Penerapan konsep layangan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah dalam bidang musik. Penyetel alat musik, misalnya gitar atau piano, biasanya memanfaatkan layangan untuk mengetahui apakah senar sudah di stel dengan benar atau belum. Jika tidak ada layangan yang dihasilkan maka senar sudah di stel dengan benar (frekuensi senar sudah tepat) sehingga akan menghasilkan bunyi yang enak didengar. Untuk mengetahui konsep pelayangan bunyi, siapkan dua buah sumber bunyi yaitu A dan B. Sumber bunyi A memiliki frekuensi 200 Hz, sumber bunyi B sebesar 201 Hz. Jika kedua sumber dibunyikan secara bersamaan maka terdengar bunyi keras dan lemah berulang secara periodik. Fenomena inilah yang dikenal dengan pelayangan bunyi.
Gambar 1. Bentuk Gelombang Pelayangan Bunyi
Untuk mempelajari fenomena ini, maka kita coba menggunakan alat peraga pelayangan bunyi dengan dua sumber bunyi. Desain alat peraga ini merupakan rangkaian alat yang terdiri dari audio generator sebagai sumber bunyi yang memiliki frekuensi bervariasi, pengeras suara (loudspeaker), dB sound meter untuk mendeteksi level bunyi yang dihasilkan serta dapat menampilkan pelayangan dalam bentuk grafik. Dari alat ini, siswa dapat mengamati peristiwa terjadinya pelayangan, juga dapat menghitung frekuensi layangan yang terjadi.
Gambar 2. Alat peraga pelayangan bunyi
Untuk memudahkan pengamatan durasi waktu 3 detik. Hasil pengamatannya adalah :
Setelah mendapatkan data ini, maka untuk mendapatkan frekuensi layangan bunyi atau ∆f, kita bagi banyaknya layangan bunyi dengan durasi waktu. Pada percobaan pertama didapat hasil 0/3 = 0 layangan. Percobaan kedua menghasilkan 3/3 = 1 layangan. Percobaan ketiga adalah 6/3 = 2 layangan. Dan percobaan keempat adalah 9/3 = 3 layangan. Sedangkan untuk percobaan kelima didapat 12/3 = 4 layangan. Sementara itu, kita menghitung selisih frekuensi dari sumber bunyi A dan sumber bunyi B atau f2-f1. Percobaan pertama 100 – 100 = 0, percobaan kedua 101 – 100 = 1 Hz, percobaan ketiga 102 – 100 = 2 Hz, percobaan keempat 103 – 100 = 3 Hz dan untuk percobaan kelima 104 – 100 = 4 Hz. Ternyata hasilnya sama yaitu ∆f = f2 – f1. Inilah rumus awal dari pelayangan bunyi.
Disamping melakukan tes tulis terhadap siswa setelah mencoba menggunakan alat peraga pelayangan bunyi, para siswa juga mengisi kuisioner yang berisi pendapatnya setelah menggunakan alat peraga. Terdapat beberapa aspek yang diperhatikan siswa, antara lain struktur, kesesuaian konsep, manfaat interaktif selama pembelajaran. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan alat peraga dalam pembelajaran IPA. Uji lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang digunakan sebagai bahan untuk revisi media pembelajaran dari sudut pandang siswa. Dari ujicoba yang dilakukan pada siswa diperoleh skor rata-rata keseluruhan uji lapangan sebesar 82,92%. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh penilaian bahwa kualitas alat peraga ditinjau dari segi struktur, desain, kesesuaian konsep, interaktivitas dinilai “sangat baik”.
Gambar 3. Grafik Hasil Uji Lapangan oleh Siswa
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan bahwa alat peraga pelayangan bunyi ini dinyatakan layak sebagai media pembelajaran pada materi pelayangan bunyi dan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Percobaan dengan menggunakan alat peraga ini untuk memvisualisasikan teori yang didapat di kelas. Ini sangat dibutuhkan siswa dalam meningkatkan pemahaman terkait konsep agar tidak hanya sebatas khayalan. Sesuai dengan judul tulisan ini, “Berhentilah berkhayal dan mulai lakukan”. Dengan menggunakan alat peraga pelayangan bunyi ini, sebagian besar siswa merasa lebih antusias dan tertarik belajar, apalagi ada hal-hal baru yang mereka dapatkan. Selain itu, penggunaan alat peraga pelayangan bunyi membuat siswa untuk terlibat aktif selama belajar di kelas dan menyenangkan sehingga hasil belajar pun meningkat.