Artikel
PERAN ORANG TUA MENGHADAPI EUPHORIA GAWAI PADA REMAJA

PERAN ORANG TUA MENGHADAPI EUPHORIA GAWAI PADA REMAJA

Oleh: Saridah, S.Psi, M.Pd
Guru BK MTs Negeri 29 Jakarta

Gawai merupakan alat komunikasi yang sudah tidak asing lagi. Pada jaman sekarang, gawai digunakan oleh semua tingkatan usia. Gawai tidak hanya digunakan oleh orang dewasa saja, namun, usia remaja dan anak-anak banyak yang memanfaatkannya.

Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia  pada tahun 2019 mencatat pengguna internet tertinggi pada usia 15-19 tahun dan urutan kedua ditempati pada usia 20-24 tahun. Hal ini mungkin karena fiturnya yang semakin kaya dan semakin canggih sehingga menarik perhatian usia muda.

Kini, gawai memiliki banyak fitur, tidak seperti gawai lawas yang hanya bisa digunakan  untuk telepon dan sms. Gawai kini dilengkapi banyak aplikasi diantaranya; internet, peta, media sosial, permainan, foto (kamera depan ataupun kamera belakang), aplikasi belajar, dan masih banyak lainnya.

Beragam aplikasi ini satu sisi memudahkan bagi penggunanya. Betapa tidak, dahulu jika ingin memiliki foto postcard ukuran 3×4 kita harus menggunakan jasa foto studio, tapi kini kita tinggal menggunakan gawai yang kita punya, kemudian diedit yang fitur editnya pun sudah disediakan oleh aplikasi, memudahkan bukan?

Mungkin anda ingin pergi ke satu tempat yang belum pernah anda datangi sebelumnya. Untuk hal ini, anda bisa memanfaatkan aplikasi peta untuk membantu menuntun anda ke tempat tersebut. Dijamin anda akan terpesona karena ternyata anda bisa sampai tujuan tanpa tersesat.

Kemudahan lainnya yaitu, fitur media sosial yang ada dalam gawai. Fitur ini  memudahkan penggunanya untuk bersosialisasi kepada teman atau kerabat yang mungkin saja sudah lama tidak bertemu. Media sosial dapat menghubungkan satu individu dengan individu lainnya, baik yang berasal dari satu negara ataupun dari belahan negara lainnya. Dengan aplikasi ini kita dapat memiliki teman dari negara lain meskipun tidak pernah berjumpa dengannya secara langsung.

Dalam dunia pendidikan khususnya, ada banyak aplikasi belajar yang dapat diakses. Aplikasi ini memudahkan guru, peserta didik dan orang tua dalam kegiatan belajar, misalnya aplikasi elearning madrasah.

Elearning madrasah adalah salah satu aplikasi yang dikembangkan oleh kementerian agama yang dapat digunakan oleh guru dan peserta didik dalam pembelajaran daring. Pembelajaran daring menjadi sistem pembelajaran yang perlu dikembangkan, karena mengingat perkembangan teknologi yang begitu pesat. 

Dibalik kemudahan yang ditawarkan oleh gawai ini, ada beberapa dampak negatif yang akan dirasakan, bilamana penggunaan teknologi ini tidak dibarengi dengan nilai-nilai. Apalagi kini sudah ada undang undang yang mengatur, yaitu UU ITE Nomor 19 tahun 2016. Jangan sampai kecanggihan gawai yang dimiliki akan membawa penggunanya terjerat pidana.

Ada banyak kasus yang terkena UU ITE sejak diterbitkannya. Pemberitaan kasus terkait UU ITE ini dapat dengan mudah kita dapatkan di internet. Pelakunya ada dari usia dewasa dan remaja dan korbannya bisa siapa saja.

Kasus cyber bullying merupakan salah satu kasus pada anak yang sering muncul belakangan ini. Dampaknya tidak hanya bagi korban bullying itu sendiri tetapi pelaku bullying pun terkena dampak negatif dari perilakunya, minimal pelaku mendapatkan sanksi sosial.  Sanksi sosial merupakan bentuk sanksi tidak tertulis di masyarakat.

Menyaksikan pemberitaan remaja yang terjerat UU ITE tentu membuat kita sebagai orang tua menjadi khawatir. Betapa tidak, kecangihan fitur gawai dapat melahirkan sikap euphoria, yang bisa jadi anak-anak kita kebablasan dalam penggunaannya hingga akhirnya melakukan pelanggaran.

Ancaman lain yang mengintai dari penggunaan gawai yang tanpa kontrol yaitu kecanduan gawai. Maryana, M.Psi, Psi, Psikolog anak, menyatakan gadget boleh diberikan kepada anak tetapi tidak boleh berlebihan, yang dapat menyebabkan screen addict.Menurut Kristiana Siste Kurnia Santi, kepala departemen medik kesehatan jiwa FKUI-RSCM dalam kominfo.go.id “adiksi gim daring itu terjadi ketika gejala yang dialami sudah mengganggu fungsi diri dan berlangsung selama 12 bulan. Adapun fungsi diri itu adalah fungsi relasi, pendidikan, pekerjaan, dan kegiatan rutin lainnya.

Maryana memaparkan dampak psikologis anak yang mengalami kecanduan gawai yaitu tidsk suka membaca buku, berkurangnya empati dan simpati, motivasi belajar berkurang. Sedangkan dampak secara fisik yaitu kurang napsu makan dan kurang tidur. Selain itu, menurut Dr. Rawat Sichangsirikarn,Associate Professor of Paediatrics di Bangkok, dampak fisik lainnya yaitu peningkatan berat badan, insomnia, dan masalah kesehatan mata

Semakin cepat diketahui gejala kecanduan gawai semakin baik. Orang tua yang memiliki anak kecanduan gawai harus segera membawa anaknya ke tempat kesehatan, misalnya psikolog, psikiater atau tenaga kesehatan lainnya.

Anak-anak kita lahir, tumbuh dan berkembang di era teknologi canggih. Secara tidak langsung kita juga menjadi orang tua di era yang sama, orang tua di era teknologi canggih. Orang tua dituntut untuk dinamis terus belajar agar dapat menerapkan pola pengasuhan yang tepat.

Pola pengasuhan di era digital mendorong orang tua untuk mengajarkan anak-anaknya agar bijak menggunakan teknologi gawai. Mengingat pemanfaatan gawai yang sudah sangat luas, sudah barang tentu kita sebagai orang tua tidak dapat serta merta melarang penggunaannya karena terlalu khawatir dengan keberadaan UU ITE ini. Namun, bukan bearti pula orang tua membebaskan begitu saja pada anak-anaknya dalam penggunaannya.

Allah swt berfirman dalam alquran surat An Nisa ayat 9, yang berbunyi:

Artinya: “dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kita selaku orang tua untuk bertakwa kepada Allah dengan tidak meninggalkan keturunan kita dalam keadaan yang lemah (dhi’afa). Dhi’afa dapat diartikan lemah dalam bidang iman, lemah dalam bidang ilmu pengetahuan, dan lemah dalam bidang ekonomi (Ahmad Nur Hasbullah dalam:https://hidayahandhadiyah.blogspot.com).

 Nabi Muhammad saw. menekankan bahwasanya pendidikan akhlak sangat penting. Salah satu tugas penting diutusnya nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak. Dalam asy-syari’ah.com edisi 065 dituliskan sebuah hadits dari Abu Hurairah yang meriwayatkan bahwa Rosululah saw bersabda Innama buitstu liutammima makarimal akhlak (sungguh aku diutus menjadi rosul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh/baik)

Mensitir KH. Badri Mashduqi, ia menyatakan bahwa, dalam kitab lubab al hadits karangan As Suyuti Nabi saw juga bersabda terkait pentingnya pendidikan akhlak. Akrimu awladakum wa ahsinu adabahum yang artinya muliakan anak keturunanmu dan didiklah mereka dengan sebaik baiknya. hal ini menunjukan pendidikan akhlak menjadi salah satu tugas orang tua.

Kedua hadits ini menunjukan bahwasanya pendidikan akhlak bagi anak adalah hal yang utama dilakukan orang tua. Anak harus memperhatikan etika terhadap orang yang lebih tua, etika terhadap teman sebaya dan etika terhadap yang lebih muda usianya dari dirinya. Kecerdasan tanpa diimbangi dengan akhlak yang baik akan membinasakan.

Berinteraksi di dunia maya meskipun tidak berdampingan secara nyata namun etika berinteraksi sosial tidak berbeda dengan interaksi di dunia nyata. Dalam berinteraksi sosial baik di dunia nyata maupun dunia maya anak harus tetap memperhatikan etika.

Anak-anak dan remaja perilakunya masih membutuhkan bimbingan orang tua. Penulis dalah hal ini mencatat ada empat hal terkait peran orang tua dalam menghadapi sikap euphoria remaja terhadap gawai.

Pertama, memberikan pendidikan agama kepada anak.  Pendidikan agama merupakan fondasi utama yang orang tua tanamkan kepada anak. Ajarkan anak untuk mencintai Allah dan rosulnya, perintah dan larangan yang harus dipatuhi, serta nilai-nilai sosial spiritual yang harus dipedomani. Sehingga diharapkan anak siap berseluncur di dunia maya dengan bijak meskipun tidak didampingi oleh orang tua, karena anak tahu apapun yang dilakukannya diawasi oleh Allah swt.

Kedua membangun komunikasi yang efektif. Membangun komunikasi yang efektif perlu dilakukan antara orang tua dan anak. Anak dengan orang tua bekerja, mungkin akan memiliki intensitas waktu bertemu tatap muka sangat sedikit. Namun, orang tua harus tetap menyiapkan waktu luang meskipun hanya sebentar untuk berkomunikasi.

Dalam komunikasi yang efektif yang terpenting adalah pesan bisa tersampaikan meskipun dalam kuantitas waktu yang sedikit. Saat berkomunikasi orang tua dan anak dapat saling bercerita keadaan dan perasaan masing-masing. Dengan begitu anak tidak akan mencari pelampiasan komunikan di media sosial.

Orang tua perlu bekerja sama dengan pihak sekolah sebagai rumah kedua bagi anak. Apalagi tidak sedikit sekolah yang mengijinkan siswanya untuk membawa dan memanfaatkannya untuk pembelajaran dalam kelas.

Membangun komunikasi yang efektif dengan guru yang mengajar di sekolah, baik wali kelas, guru bidang studi ataupun guru bimbingan konseling (jika ada). Hal ini penting dilakukan agar orang tua dan guru memiliki kesamaan pandangan terhadap perilaku penggunaan gawai oleh anak.

Ketiga membuat komitmen bersama. Membuat komitmen bersama antara orang tua dan anak perlu dilakukan. Lembar komitmen dibuat atas persetujuan bersama. Hal ini dapat mengembangkan sikap disiplin dan tanggung jawab anak terhadap apa yang telah disepakati bersama.

Ketentuan waktu penggunaan ataupun durasi penggunaannya dapat dituangkan dalam lembar komitmen ini. Sertakan pula hadiah dan hukuman bilamana anak mematuhi atau melanggar komitmen. Bentuk hadiah dan hukuman juga hasil diskusi antara orang tua dan anak.

Keempat orang tua memotivasi diri untuk terus belajar. Orang tua memotivasi diri untuk terus belajar. Terutama pola pengasuhan anak. Pola pengasuhan pada anak-anak dan remaja tentu saja berbeda. Sehingga Orang tua dapat menerapkan pola asuh yang tepat sesuai tingkatan usia anaknya.

Selain dari pada itu, orang tua yang mengijinkan anaknya menggunakan teknologi canggih, maka orang tua harus mengupdate pengetahuan terkait dampak positif dan negatif penggunaannya. Meskipun, tidak semua teknologi mudah untuk dikuasi oleh orang tua, sekurang-kurangnya orang tua bisa meminimalisir resiko bila mengetahui dampaknya.